Jakarta (ANTARA News) - Dahulu ada lelucon bahwa Indonesia sudah sejak dahulu bisa membuat "kapal selam" dan banyak dibuat Palembang, Sumatera Selatan.

Ternyata kapal selam dimaksud bukan arti yang sebenarnya, melainkan jenis kuliner khas kota itu yang telah menjadi kebanggaan Nusantara karena rasanya lezat dan sedap. Kebetulan saja memiliki nama yang sama.

Kini, lelucon itu telah ditelan bumi karena putra-putri Indonesia benar-benar akan mampu membuat kapal selam yang bisa memperkuat armada TNI Angkatan Laut dalam menjaga keamanan di seluruh wilayah perairan di negeri kepulauan ini dari Sabang hingga Merauke.

Kapal selam KRI Ardadedali 404 menjadi bukti betapa anak negeri ini mampu mewujudkan impian besarnya untuk memproduksi kapal, meskipun masih dibantu dari para teknisi dari Daewoo Shipbuilding Marine and Engineering (DSME), Okpo, Korea Selatan.

Itulah kapal kedua dari tiga kapal pesanan Indonesia dari Korea Selatan yang dibuat dengan skema alih teknologi (tranfer of technology).

Kontrak kerja sama pembuatan kapal selam itu ditandatangani oleh Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan RI Mayjen TNI Ediwan Prabowo sedangkan pihak DSME diwakili oleh President & CEO DSME Sang-Tae Nam pada Desember 2011 dengan nilai kontrak triliunan rupiah.

Pembuatan kapal selam itu dimulai sejak Januari 2013.

Perjalanan panjang pembuatan kapal selam DSME 209 ini meliputi kegiatan steel cutting KRI Nagapasa 403 pada 3 Desember 2013, keel laying pada 9 April 2015, serta peluncuran pada 24 Maret 2016 yang kemudian dilanjutkan dengan rangkaian kegiatan uji coba atau sea trial serta pelatihan awak KRI Nagapasa 403 selama satu tahun.

Dalam pembuatan kapal selam pertama dilakukan oleh para teknisi Korsel, kapal kedua dilakukan bersama dengan para teknisi Indonesia yang telah dilatih oleh Korsel, sedangkan kapal ketiga dibuat oleh para teknisi Indonesia dengan supervisi dari Korsel.

Tahun lalu, kapal selam pertama, hasil kerja sama RI dan Korsel, yang diberi nama KRI Nagapasa 403 dan dikomandani oleh Letkol Laut (P) Harry Setyawan, telah tiba di Pangkalan Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) Surabaya, pada 28 Agustus 2017 setelah berlayar selama 16 hari dari DSME.

Sementara kapal selam kedua telah berangkat dari Korsel pada hari Rabu (25/4) menuju Tanah Air.

Kapal selam KRI Ardadedali 404 diperkirakan akan sampai di Pangkalan Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) Surabaya kurang dari 20 hari sejak diberangkatkan.

Sementara itu, kapal selam ketiga, KRI Alugoro 405, sedang dibuat di galangan kapal PT PAL di Surabaya setelah putra-putri Indonesia menerima alih teknologi atau transfer teknologi (ToT) dari Korea Selatan dalam kerja sama kedua negara bersahabat. Kapal selam ketiga ini diharapkan dapat selesai dan diserahkan pada awal 2019.
Prajurit Kopaska mengawal KRI Nagapasa-403 dalam pelayaran dan penyelaman di perairan Benoa, Denpasar, Rabu (10/1/2018). Kapal perang baru milik TNI AL tersebut mencoba penyelaman di kedalaman 30 meter di bawah laut Benoa dan uji coba peralatan navigasi dan alat deteksi. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)


Buat sendiri

Sebagaimana dilaporkan oleh wartawan Kantor Berita Antara yang menyertai lawatan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dalam melepas keberangkatan KRI Ardadedali 404 dari Korsel, Indonesia kini fokus pada pembuatan kapal selam sendiri.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan setelah kapal selam KRI Ardadedali 404 diserahterimakan, fokus pemerintah adalah pada pembuatan kapal selam sendiri.

Praktik membuat kapal selam sendiri melalui kerja sama dalam pemesanan tiga kapal selam dari Korea Selatan itu akan terus- menerus dipelajari dan disempurnakan.

Untuk pembuatan kapal selam ketiga dari kerja sama dengan Korsel ini, pihak Korsel telah mengirim bagian-bagian kapal selam dan penyambungan bagian-bagian kapal tersebut dilakukan di PT PAL oleh para teknisi Indonesia. Penyambungan kapal selam yang akan dinamai KRI Alugoro-405 itu sudah berjalan dan diperkirakan akan selesai dalam beberapa bulan ke depan.

Untuk selanjutnya, kapal selam berikutnya bisa dibuat sendiri.

Ryamizard memastikan bahwa bangsa Indonesia memiliki banyak orang pintar yang memiliki kemampuan untuk membuat kapal selam.

Setelah kapal selam ketiga hasil kerja sama dengan Korsel selesai, Menhan menuturkan diperlukan beberapa kerja sama lagi hingga akhirnya dapat benar-benar membuat kapal selam sendiri.

"Itu arti makna yang awal dari kerja sama ini," ujar Ryamizard Ryacudu.


Pada era Presiden Soekarno, Indonesia pernah membeli 12 kapal selam kelas Whiskey buatan Uni Soviet. Kapal-kapal selam itu sudah tak beroperasi.

Selain itu, juga ada dua kapal selam KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402 buatan Jerman yang mulai beroperasi pada 1981. Kapal ini masih menjaga NKRI setelah dilakukan perbaikan dan penguatan.
KRI Nanggala-402 tiba Sejumlah prajurit TNI-AL awak kapal selam KRI Nanggala-402 berada di atas lambung kapal setibanya di Dermaga Koarmatim, Ujung, Surabaya, Jatim, Senin (6/2). Kapal selam tersebut kembali bergabung dengan TNI AL usai menjalani perbaikan menyeluruh di galangan kapal Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering, Okpo, Korea Selatan. (FOTO ANTARA/M Risyal Hidayat)


Nah, dengan adanya tiga kapal selam baru dari hasil kerja sama dengan Korsel itu, paling tidak akan ada lima kapal selam. Jumlah itu akan terus bertambah sehingga minimal ke depan Indonesia bisa memiliki 12 kapal selam sebagaimana yang pernah dimiliki sejak tahun 1960-an.

Ryamizard memastikan bahwa bangsa ini akan terus belajar hingga bisa membuat kapal selam yang canggih.

Bagi seorang peneliti dari "The Habibie Center", Muhammad Arif, negara maritim harus memiliki kapal selam untuk menunjukkan keseriusan dalam mengamankan wilayah laut.

Ia mencontohkan negara lain seperti Vietnam juga sedang gencar dalam pengadaan kapal selam karena hal tersebut menjadi satu-satunya cara untuk menghadapi kemungkinan ancaman China dalam sengketa laut di wilayah perairan Laut China Selatan.

Hukum internasional pun mengharuskan suatu negara menjaga wilayah lautnya. Selain itu, apabila ada sengketa wilayah, kapal selam menjadi kebutuhan besar untuk operasional.

Perkembangan teknologi kapal selam relatif tidak secepat kapal permukaan nuklir atau diesel, dan yang terpenting dari kapal selam adalah daya tahan yang lama saat menyelam tanpa harus kembali ke pangkalan.

Pengadaan kapal perang, termasuk kapal selam, menjadi prioritas dalam kekuatan pokok minimum (minimum essential force) 2015-2019 TNI AL.

Kapal selam baru adalah untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista), apalagi TNI AL juga memiliki visi untuk menjadi Angkatan Laut Kelas Dunia (World Class Navy).

Indonesia juga ingin mewujudkan sebagai sebuah negara poros maritim dunia.

Hal itu membuat kehadiran TNI AL sangat strategis, tak hanya di pangkalan atau di permukaan lautan, melainkan juga di bawah laut.

Satuan Kapal Selam TNI AL yang telah ada sejak 14 September 1959, ditandai dengan berdirinya Divisi Kapal Selam dalam Komando Armada TNI AL, juga menjadi garda utama dalam turut menjaga keamanan dan keutuhan wilayah NKRI.

Keberadaan kapal selam memang memiliki nilai yang strategis dan mampu memberikan efek deteren (daya gentar). Kapal selam dinilai efektif serta mampu memukul dan menghancurkan musuh. Terlebih kapal selam mampu melakukan penetrasi jauh ke daerah perbatasan lawan.

Kini era kebangkitan kapal selam Republik Indonesia.

Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018