Jakarta (ANTARA News) - Advokat Fredrich Yunadi dituduh memalsukan keadaan "sakit" mantan Ketua DPR Setya Novanto yang sempat dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau.

"Pada 16 November 2017 sekitar pukul 11.00 WIB terdakwa menghubungi dr Bimanesh Sutarjo yang sebelumnya telah dikenal untuk meminta bantuan agar Setya Novanto dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dengan diagnosa menderita beberapa penyakit, salah satunya adalah hipertensi," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Kresno Anto Wibowo dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Pada perkara ini, advokat Fredrich Yunadi bersama dengan dokter dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo didakwa bekerja sama agar Setya Novanto terhindar dari pemeriksaan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-e.

Dalam rangka menegaskan permintaan itu, Fredrich pada 16 November 2017 sekitar pukul 14.00 WIB datang menemui dr. Bimanesh Sutarjo di kediamannya di Apartemen Botanica Tower 3/3A Jalan Teuku Nyak Arief Nomor 8 Simprug, Jakarta Selatan memastikan agar Setnov dirawat inap di RS Medika Permata Hijau.

"Terdakwa juga memberikan foto data rekam medik Setnov di RS Premier Jatinegara yang difoto terdakwa beberapa hari sebelumnya padahal tidak ada surat rujukan dari RS Premier Jatinegara untuk dilakukan rawat inap terhadap Setnov di rumah sakit lain," tambah jaksa Kresno.

Dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo bersiap menjalani pemeriksaan penyidik di gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/1/2018). Bimanesh menjalani pemeriksaan lanjutan dalam kasus merintangi penyidikan kasus korupsi proyek KTP elektronik atas terdakwa mantan Ketua DPR Setya Novanto. (ANTARA /Wahyu Putro A) ()

Dr. Bimanesh Sutarjo pun menyanggupi meski tahu Setnov sedang berkasus di KPK lalu menghubungi dr. Alia yang saat itu menjabat sebagai Plt. Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau melalui telepon agar disiapkan ruang VIP rawat inap atas nama Setnov yang direncanakan akan masuk rumah sakit dengan diagnosa penyakit hipertensi berat padahal dr. Bimanesh Sutarjo belum pernah melakukan pemeriksaan fisik terhadap Setnov.

Selain itu dr. Bimanesh Sutarjo juga menyampaikan kepada dr. Alia bahwa dirinya sudah menghubungi dokter lainnya, yakni dr. Mohammad Toyibi dan dr. Joko Sanyoto untuk melakukan perawatan bersama terhadap pasien bemama Setnov padahal kedua dokter tersebut tidak pernah diberitahukan oleh dr. Bimanesh Sutarjo.

Permintaan ditindaklanjuti dr. Alia yang menghubungi Direktur RS Medika Permata Hijau dr. Hafil Budianto Abdulgani guna meminta persetujuan rawat inap untuk Setnov namun dr. Hafil mengatakan agar tetap sesuai prosedur yang ada yaitu melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) terlebih dahulu untuk dievaluasi dan baru nanti bisa dirujuk ke dokter spesialis oleh dokter yang bertugas di IGD.

Permintaan dr. Bimanesh itu juga disampaikan dr. Alia kepada dr. Michael Chia Cahaya yang saat itu bertugas sebagai dokter jaga di IGD bahwa akan masuk pasien dari dr Bimanesh Sutarjo bernama Setnov dengan diagnosa panyakit hipertensi berat.

Sekitar pukul 17.00 WIB, Fredrich memerintahkan stafnya dari kantor advokat bernama Achmad Rudiansyah untuk manghubungi dr. Alia untuk mengecek kamar VIP di RS Medika Permata Hijau dan pada sekitar pukul 17.45 WIB Rudiansyah dan dr Alia Shahab melakukan pengecakan kamar VIP 323 yang sudah dipesan untuk Setnov

"Pada sekitar pukul 17.30 WIB terdakwa juga datang ke RS Medika Permata Hijau menemui dr. Michael di ruang IGD meminta dibuatkan surat pangantar rawat inap atas nama Setnov dengan diagnosa kecelakaan mobil, padahal saat itu Setnov sedang berada di Gedung DPR RI barsama dangan Reza Pahlevi dan Muhammad Hilman Mattauch (wartawan Metro TV). Atas permintaan tarsebut dr. Michael menolak," jelas jaksa.

Penyebabnya adalah karena untuk mangeluarkan surat pengantar rawat inap dari IGD harus dilakukan pameriksaan dahulu terhadap pasien. Fredrich lalu menemui dr. Alia dan meminta agar alasan masuk rawat inap Setnov yang semula adalah diagnosa penyakit hipertensi diubah dangan diagnosa kecelakaan.

Pada sekitar pukul 18.30 WIB, dr. Bimanesh datang ke RS Medika Permata Hijau menemui dr. Michael menanyakan keberadaan Setnov di ruang IGD yang dijawab bahwa Setnov belum datang dan hanya Fredrich selaku pengacara Setnov yang datang meminta surat pangantar rawat Inap dari IGD dengan keterangan kecelakaan mobil namun ditolak dr. Michael karana belum mamariksa Setnov.

Dokter RS Medika Permata Hijau Michael Chia Cahaya bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Kamis (11/1/2018). Michael Chia Cahaya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Fredrich Yunadi terkait tindak pidana berupa dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan upaya penyidikan perkara kasus KTP elektronik dengan tersangka Setya Novanto. (ANTARA /Wahyu Putro A) ()


Atas penolakan tarsebut dr. Bimanesh membuat surat pangantar rawat inap menggunakan form surat pasien baru IGD padahal dirinya bukan dokter jaga IGD. Pada surat pengantar rawat inap itu dr. Bimanes menuliskan diagnosis hipertensi, vertigo dan diabetes melitus sekaligus membuat catatan harian dokter yang merupakan catatan hasil pemeriksaan awal terhadap pasien.

Padahal dr. Bimanesh belum pernah memeriksa Setnov maupun tidak mendapatkan konfirmasi dari dokter yang menangani Setnov sebelumnya dari RS Premier Jatinegara.

Pada sekitar pukul 18.45 WIB, Sentov tiba di RS Medika Permata Hijau dan langsung dibawa ke kamar VIP 323 sesuai dengan Surat Pengantar Rawat Inap yang dibuat dr. Bimanesh. Bimanesh lalu memerintahkan Indri (perawat) agar surat pengantar rawat inap dari IGD yang telah dibuatnya dibuang dan diganti baru dengan surat pengantar dari Poli yang diisi oleh dr. Bimanesh untuk pendaftaran pasien atas nama Setnov di bagian administrasi rawat inap padahal sore itu bukan jadwal praktek dr. Bimanesh.

Setelah Setnov dilakukan rawat inap, terdakwa memberikan keterangan di RS Medika Permata Hijau kepada wartawan (pers) seolah-olah Fredrich tidak mengetahui adanya kecelakaan mobil yang dialami Setnov dan baru mendapat informasi Setnov dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dari Reza Pahlevi padahal sebelumnya Fredrich telah lebih dahulu datang ke RS Medika Permata Hijau meminta agar Setnov dirawat inap dengan permintaan yang terakhir dirawat karena kecelakaan.

"Terdakwa juga memberikan keterangan kepada pers bahwa Setnov mengalami luka parah dengan beberapa bagian tubuh berdarah-darah serta terdapat benjolan pada dahi sebesar 'bakpao', padahal Setnov hanya mengalami beberapa luka ringan pada bagian dahi, pelipis kiri dan leher sebelah kiri serta lengan kiri," jelas jaksa Roy Riady.

Pada sekitar pukul 21.00 WIB Penyidik KPK datang ke RS Medika Permata Hijau mengecek kondisi Setnov yang ternyata tidak mengalami luka serius, namun Fredrich menyampaikan bahwa Setnov sedang dalam perawatan intensif dari dr. Bimanesh sehingga tidak dapat dimintai keterangan.

Fredrich juga meminta Mansur (satpam RS Medika Permata Hijau) agar menyampaikan kepada penyidik KPK untuk meninggalkan ruang VIP di lantai 3 yang sebagian kamarnya sudah disewa keluarga Setnov dengan alasan mengganggu pasien yang sedang beristirahat.

Pada 17 November 2017, penyidik KPK hendak melakukan penahanan kepada Setnov setelah sebelumnya berkoordinasi dengan tim dokter di RS Medika Permata Hijau yang secara bergantian memeriksa kondisi Setnov, namun Fredrich menolak penahanan tersebut dengan alasan tidak sah karena Setnov sedang dalam kondisi dirawat inap.

Padahal setelah Setnov dirujuk dari RS Medika Permata Hijau ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan dilakukan pemeriksaan oleh Tim dokter dari ikatan Dokter indonesia (IDI) hasil kesimpulannya menyatakan bahwa Setnov dalam kondisi mampu untuk disidangkan (fit to be questioned) sehingga layak untuk menjalani pemeriksaan penyidikan oleh penyidik KPK dan tidak perlu rawat inap.

Selanjutnya Setnov pun dapat dibawa dari rumah sakit ke kantor KPK untuk dimintai keterangan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan di rutan KPK.

Terhadap perbuatan tersebut, Fredrich didakwa dengan pasal 21 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP

Pasal itu mengatur mengenai setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018