Jakarta (ANTARA News) - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawatty menemui perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat guna membahas Rancangan Perubahan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan Nasional, dengan usulan untuk lebih memperhatikan kepentingan perlindungan anak Indonesia di dalamnya.

"Kami telah menyampaikan perlunya tinjauan kebijakan anggaran khusus berdasarkan perspektif perlindungan anak kepada Wakil Ketua DPR bidang Keuangan Taufik Kurniawan," kata Hikma di Jakarta, Jumat.

Dalam pertemuan yang dilangsungkan Kamis (1/2) malam tersebut, salah satu yang disampaikan adalah pengaturan kebijakan penganggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai pelaksana Perpres JKN.

Menurut Hikma, selama ini penggodokan Raperpres JKN tidak melibatkan pihak terkait yang kompeten sehingga ketika ada masalah pengelolaan anggaran dihadapi oleh BPJS-Kesehatan jalan keluarnya kerap diputuskan secara sepihak.

Kebijakan sepihak tersebut, dinilai Hikma cenderung berdasarkan kepentingan ego sektoral, sehingga rentan menimbulkan korban, dalam hal ini anak. Sebab, lanjut Hikma, anak kerap menjadi kelompok yang paling rentan dengan angka kejadian tinggi baik itu berupa sakit yang tak terawat bahkan kematian.

Kebijakan sepihak tersebut, kata Hikma antara lain terlihat dengan langkah BPJS-Kesehatan yang belakangan berupaya menerapkan sistem pembayaran premi tertutup (closed payment) melalui Peraturan Direksi BPJS-Kesehatan Nomor 16 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penagihan dan Pembayaran Iuran JKN yang berpotensi menimbulkan sandera-menyandera anggaran iuran yang ada.

"Sederhananya, sebelum ada Peraturan BPJS-Kesehatan 16/2016, keluarga yang memiliki kemampuan pendapatan yang fluktuatif misalnya pedagang, awalnya bisa mencicil pembayaran iuran bulanan mereka. Dengan adanya regulasi itu maka mencicil iuran tidak bisa lagi karena iuran harus dibayar utuh," kata dia.

Jika anggota keluarga ada lima orang, kata dia, artinya kelima orang tersebut harus membayar dulu secara penuh. Jika baru sebagian yang membayar maka dianggap tidak membayar seluruhnya dan tidak berhak menggunakan pelayanan BPJS-Kesehatan.

Kebijakan closed payment, kata dia, berdampak pada angka konsultasi penanganan kasus masalah akses kesehatan di KPAI meningkat. Selama ini, komisioner KPAI di daerah menggunakan pendekatan anggaran pemerintah daerah untuk membantu melunasi dulu tunggakan iuran BPJS agar pembiayaan penanganan kesehatan selanjutnya dapat ditutup BPJS-Kesehatan.

Artinya, kata dia, dana iuran tersebut malah tidak akan secara optimal terkelola BPJS-Kesehatan alih-alih mendapatkan aliran dana yang baik. Dengan begitu, aliran dana tidak sehat dari BPJS-Kesehatan akan bisa berdampak pada penundaan pembayaran pada rumah sakit rekanan, kemudian mengganggu keuangan RS rekanan tersebut sementara mereka tetap harus melayani pasien dan pada akhirnya bisa memaksa RS rekanan melakukan pengetatan anggaran.

"Bayangkan jika ini juga dilakukan dalam skala besar pada perusahaan. Berapa besaran anggaran yang saling tersandera oleh masing-masing pihak? Akhir dari kejadian ini akan berdampak langsung pada kualitas pelayanan kesehatan dan tentu saja kelompok yang paling rentan menerima pelayanan kesehatan yang buruk adalah anak," kata dia. 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018