Jakarta (ANTARA News) - Ombudsman Republik Indonesia menyarankan pemerintah untuk fokus meratakan stok beras agar tidak terjadi maladministrasi dalam pengelolaan data stok dan rencana impor beras serta mencegah ketidakpercayaan publik.

�Pemerintah harus bisa mengkoordinir kepala daerah untuk tidak menahan stok,� kata anggota Ombudsman Alamsyah Saragih saat jumpa pers di Jakarta, Senin.

Ombudsman meminta pemerintah untuk tidak membangun opini stok beras surplus agar tidak membuat optimisme semu dan memicu ketidakpercayaan masyarakat.

Ombudsman memantau pasokan beras di 31 provinsi di Indonesia pada 10-12 Januari lalu dan menemukan sebaran stok beras tidak merata.

Berdasarkan hasil pantauan mereka, masih ada daerah yang memproduksi beras berlebih, namun, kekurangan stok karena harus mengirim pasokan ke daerah lain.

Ombudsman juga meminta tugas untuk mengimpor beras dikembalikan kepada Perum Bulog dan jika perlu menerapkan skema kontrak tunda.

Selain itu, perlu juga evaluasi menyeluruh terhadap program Kementerian Pertanian yaitu cetak sawah, luas tambah tanam, benih subsidi dan pemberantasan hama, untuk memastikan anggaran yang dikeluarkan berkontribusi positif.

Ombudsman meminta pemerintah memberikan dukungan yang maksimal kepada Badan Pusat Statistik agar dapat menyediakan data produksi dan stok yang akurat.

Pemerintah juga diharapkan agar mengefektifkan kembali fungsi koordinasi oleh Kemenko Perekonomian sehingga perbedaan antar instansi tidak perlu menjadi perdebatan publik.

Ombudsman RI menemukan gejala maladmininstrasi terhadap pengelolaan data stok dan rencana impor beras 500.000 ton oleh pemerintah.

Kementerian Perdagangan berencana mengimpor beras khusus dari Vietnam dan Thailand untuk menekan harga beras medium yang meningkat di pasar.

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018