Dalam konteks ekonomi, golongan umat Islam sedang dalam posisi bukan saja tidak diuntungkan, tetapi nyata-nyata makin terpinggirkan. Padahal umat Islam di Indonesia adalah umat mayoritas,"
Jambi (ANTARA News) - Saat menghadiri pelantikan dan rapat kerja pengurus ICMI Orwil Jambi periode 2015-2020, Ketua MPR yang juga Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Zulkifli Hasan, mengingatkan para cendikiawan muslim untuk menyadari tantangan di masa depan terutama dalam bidang ekonomi dan politik yang dinilai semakin besar dan berat.

"Dalam konteks ekonomi, golongan umat Islam sedang dalam posisi bukan saja tidak diuntungkan, tetapi nyata-nyata makin terpinggirkan. Padahal umat Islam di Indonesia adalah umat mayoritas," ujar dia, di Jambi, Rabu.

Tantangan umat Islam lanjut Zul, begitu dia kerap disapa, bertambah berat karena meskipun mayoritas, muncul stereotype yang cenderung negatif, yang menyebutkan bahwa umat Islam adalah umat yang tidak toleran.

"Padahal, tidak ada praktik toleransi yang mengalahkan praktik toleransi yang ada di Indonesia. Tentu saja, toleransi yang luar biasa tersebut diberikan oleh umat Islam sebagai bagian mayoritas warga negara," kata dia.

Hal tersebut menurut dia perlu menjadi perhatian utama para cendikiawan muslim, agar bangsa Indonesia dapat memulai upaya nyata demi memberikan kontribusi signifikan dalam memperbaiki keadaan umat dan bangsa Indonesia. Upaya itu dinilai penting dalam konteks untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Kesenjangan antara kaya dan miskin makin lebar. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Dan yang berada pada posisi lemah itu, sekali lagi, adalah golongan umat Islam," ujar Zulkifli.

"Jika dibiarkan terus menerus tanpa penyelesaian, maka keadaan ini bisa menjadi bom waktu yang membahayakan keutuhan NKRI," sambung dia.

Kaitannya dengan politik Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum PAN itu juga mengingatkan bahwa rasa bangga Indonesia berhasil menjalankan demokrasi agaknya terganjal dengan melihat fakta kesenjangan yang semakin melebar. Dia merasa sudah saatnya bangsa Indonesia perlu melakukan evaluasi.

"Demokrasi, dengan pengertian dasar umum kedaulatan di tangan rakyat, diharapkan bisa membuat rakyat mendapatkan kedaulatan. Namun sayangnya hal itu nampaknya perlu dievaluasi," kata Zulkifli.

"Singkat kata, demokrasi telah dibajak oleh kaum kapitalis, sehingga yang terjadi kemudian adalah korporatokrasi," lanjut dia.

Oleh karena itu, lanjut Zulkifl, isu paling penting dan strategis yang saat ini perlu diperjuangkan bersama-sama adalah mewujudkan kedaulatan, keadilan, dan kemakmuran yang sesungguhnya merupakan di antara visi terpenting di dalam pembukaan UUD RI tahun 1945.

"Prasyarat sebuah negara adalah kedaulatan. Jika sebuah negara tidak memiliki kedaulatan, maka keberadaan negara sesungguhnya telah menjadi semu," kata dia.

"Dan jika kedaulatan negara rapuh, maka kedaulatan rakyat yang ada di dalamnya hampir bisa dipastikan juga lebih rapuh lagi. Keberadaan negara juga bisa dirasakan dalam konteks fungsi dalam memberikan keadilan dan kemakmuran," tambah dia.

Gagasan tentang kemakmuran itu sendiri perlu memperoleh penegasan sebagai sebuah konsep hidup sejahtera dalam negara yang memiliki landasan religiusitas. Dengan kata lain, kemakmuran, menurut dia, adalah gagasan tentang kesejahteraan yang didasarkan kepada nilai-nilai agama.

"Dalam konteks ini, prestasi-prestasi dalam kehidupan tidak boleh mengabaikan nilai-nilai ketuhanan atau keimanan. Konsepsi kemakmuran inilah konsepsi kemodernan yang sesungguhnya," ujar Zulkifli.

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016