Program subsidi pangan yang dirancang dengan buruk dan tidak transparan serta akuntabel dalam pemanfaatannya tidak akan bermanfaat bagi warga miskin.
Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia menyatakan bahwa subsidi pangan bila tidak transparan akan berdampak negatif yaitu tetap membuat warga miskin tetap kelaparan, meningkatkan defisit fiskal, dan dapat mendorong korupsi.

"Program subsidi pangan yang dirancang dengan buruk dan tidak transparan serta akuntabel dalam pemanfaatannya tidak akan bermanfaat bagi warga miskin," kata Wakil Presiden Pengentasan Kemiskinan dan Pengelolaan Ekonomi Bank Dunia, Jaime Saavedra, dalam rilis Bank Dunia yang diterima ANTARA, di Jakarta, Sabtu.

Menurut Jaime Saavedra, program-program subsidi pangan tersebut antara lain juga dapat berbiaya tinggi serta rentan akan terjadinya tindak korupsi.

Untuk itu, Bank Dunia juga menentukan prioritas kebijakan dalam mereformasi program tersebut yang akan membuat subsidi lebih tepat sasaran. Lembaga keuangan multilateral itu juga telah berkoordinasi dengan sejumlah lembaga PBB dan mendukung Kemitraan untuk Sistem Informasi Pasar Pertanian (AMIS) guna meningkatkan transparansi pasar pangan secara global.

Sebagaimana diberitakan, Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat melakukan studi korupsi dalam bidang pangan guna mencapai ketahanan pangan nasional yang berdaulat.

"Untuk jangka panjang KPK harus melakukan studi korupsi terkait ketahanan pangan," kata Sekretaris Jenderal AHN, Ramdansyah dalam diskusi tentang pangan di Jakarta, Jumat.

Menurut Ramdansyah, hal tersebut perlu dilakukan agar upaya ketahanan pangan jangan sampai menjadi bias korupsi sehingga melencengkan cita-cita UU Pangan.

Ia mengingatkan, pemenuhan kebutuhan pangan menjadi jaminan bahwa negara telah menjalankan tugasnya sesuai amanah konstitusi.

Selain itu, ujar dia, ketahanan pangan secara langsung berdampak kepada ketahanan nasional karena rendahnya daya beli masyarakat dan tingginya harga kebutuhan pokok juga dapat mengakibatkan rakyat kekurangan gizi, kelaparan, kebodohan, dan bahkan kekacauan sosial.

"Perampokan, pencurian, bahkan pembunuhan dapat meningkat seiring dengan lemahnya ketahanan pangan," katanya.

Selain itu, Ramdansyah juga mengingatkan bahwa UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan tingkat perseorangan.

Pasal 3 UU tersebut menyatakan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013