..tidak menjadikan kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai bahan tertawaan"
Purwokerto (ANTARA News) - Pusat Penelitian Gender Anak dan Pelayanan Masyarakat (PPGAPM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah, menolak Muhammad Daming Sanusi dalam bursa pencalonan Hakim Agung.

Dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Purwokerto, Rabu malam, Ketua PPGAPM Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Unsoed Purwokerto Tyas Retno Wulan mengatakan, penolakan itu terkait pernyataan dan "candaan" Muhammad Daming Sanusi saat mengikuti uji kepatutan dan kelayakan calon Hakim Agung di depan Komisi III DPR pada Senin (14/1).

"Saat itu saudara Daming menyatakan setuju hukuman mati diterapkan bagi pelaku kejahatan narkoba dan korupsi, namun tidak setuju jika hukuman mati diterapkan untuk pelaku pemerkosaan dengan alasan bahwa yang diperkosa dengan yang memperkosa ini sama-sama menikmati," katanya.

Ia mengatakan penolakan terhadap Daming juga dengan mempertimbangkan tingginya kejahatan seksual terhadap anak Indonesia selama tiga tahun terakhir, yakni pada 2010 sebanyak 1.178 kasus, 2011 sebanyak 1.304 kasus, dan 2012 sebanyak 1.634 kasus.

Menurut dia, pertimbangan lainnya berupa kematian RI (10) pada 6 Januari 2013 di Rumah Sakit Umum Persahabatan Jakarta yang diduga akibat kekerasan seksual dan kajian Pusat Penelitian Wanita (Puslitwan) Lembaga Penelitian (Lemlit) Unsoed yang menunjukkan para penegak hukum di Kabupaten Banyumas kurang memiliki sensitivitas gender.

"Selain itu, kajian PPGAPM LPPM Unsoed tentang kekerasan pada masa premarital yang menunjukkan bahwa perempuan mengalami berbagai bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual pada masa pacaran dan kajian Pusat Studi Gender Universitas Muhammadiyah Purwokerto tentang `post traumatic stress disorder` (PTSD) pasca-abortus provokatus pada remaja di Purwokerto," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, PPAGPM LPPM Unsoed bersama sejumlah lembaga lainnya menyatakan sikap menolak Muhammad Daming Sanusi sebagai Hakim Agung dan mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan upaya lebih serius guna mengurangi berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Menurut dia, upaya tersebut dapat dilakukan melalui pemberlakuan hukuman yang tegas dan maksimal pada pelaku tindak perkosaan dan kekerasan seksual lainnya pada perempuan dan anak.

"Pejabat publik harus memiliki kesadaran dan sensitivitas gender, serta tidak menjadikan kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai bahan tertawaan," katanya.

Ia mengatakan lembaga lain yang turut menyatakan sikap penolakan itu terdiri atas Pusat Pelayanan Terpadu-Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (PPT-PKBGA) Kabupaten Banyumas, Pusat Studi Gender Sekolah Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto, Pusat Studi Wanita Universitas Wijayakusuma Purwokerto.

Selain itu, Pusat Studi Gender Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Paguyuban Buruh Migran Seruni Banyumas, Pusat Pelayanan Terpadu-Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Banyumas, Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Unsoed Purwokerto, dan Pondok Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsoed Purwokerto.

(KR-SMT/M029)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013