Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho menilai kasus korupsi yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD) menjadi tonggak untuk mereformasi peradilan di Indonesia.

"Namanya hakim agung itu kan suatu yang mulia. Itu yang sangat disayangkan terjadi suatu tindak pidana korupsi," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.

Yang kedua, kata dia, namanya hakim itu sebagai penjaga kewibawaan suatu lembaga peradilan.

Menurut dia, kasus yang menjerat SD rupanya akan mencoreng sekali suatu peradilan yang di Mahkamah Agung karena ada praktik tindak pidana korupsi.

Dengan demikian, lanjut dia, apakah tidak dimungkinkan di tingkat Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi juga ada praktik-praktik serupa.

Baca juga: Pakar: OTT suap urus perkara sinyal baik rombak sistem pengawasan MA

Baca juga: Ketua MPR dukung KPK berantas mafia peradilan


"Nah, kita harus melihat seperti itu, sehingga ini sebagai cermin. Saya sepakat untuk mereformasi peradilan di Indonesia," tegas Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu.

Dengan adanya kejadian tersebut, ia menduga ada rekayasa terhadap putusan-putusan tindak pidana korupsi yang menjadi lebih ringan dibandingkan dengan putusan sebelumnya.

Lebih lanjut, Prof. Hibnu mengatakan ketika berbicara hakim, hal itu berarti bicara penjaga peradaban.

Jadi kalau sampai di dalam dunia peradilan hakimnya bermasalah, kata dia, berarti hakim tidak bisa menjaga peradaban dan rusak lah tatanan sosialnya.

"Penjaga peradabannya rusak, apalagi tatanan masyarakat. Mudah-mudahan enggak seperti itu," ucapnya berharap.

Terkait dengan kasus korupsi yang menjerat hakim agung, menurut dia, hal itu bukan karena permasalahan dalam perekrutan-nya, namun lebih pada masalah integritas. "Kalau integritas-nya lemah, itu jadi masalah," tegasnya.

Baca juga: MA berhentikan sementara Hakim Agung Sudrajad Dimyati

Prof. Hibnu pun menceritakan pengalamannya saat melakukan penelitian mengenai dunia peradilan. Menurut dia, dunia peradilan merupakan suatu lembaga yang benar-benar sangat sensitif karena sulit untuk masuk, sulit untuk diskusi, sulit untuk bertemu, dan tamu pun jalannya lewat pinggir.

"Ruangannya itu, ruangannya itu ibarat-nya tidak manusiawi menurut saya. Ada kecurigaan yang amat sangat, tetapi kok jebol juga," katanya.

Dengan demikian, kata dia, pertanyaannya bukan masalah sistem dan bukan masalah perekrutan, tetapi masalah integritas.

"Oleh karena itu, upaya untuk menjaga integritas harus ditingkatkan," ujar Prof. Hibnu.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022