Mestinya seperti kredit konvensional, hanya memberikan dua kontak, bukan seluruh kontak.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar meminta pemerintah untuk mengoptimalkan kerja sama dalam memberantas pinjaman online (pinjol) ilegal yang sedang marak di tengah masyarakat.

"Harus memikirkan bagaimana caranya mengoptimalkan satuan tugas pemberantasan pinjaman online ilegal," kata Wahyudi Djafar ketika dihubungi oleh ANTARA di Jakarta, Rabu.

Pemberantasan pinjaman online ilegal ini, kata Wahyudi, telah aktif dilakukan oleh kepolisian bersama dengan berbagai lembaga terkait lainnya dengan cara menindak dengan tegas para pelaku atau pengembang aplikasi pinjaman online ilegal.

Komitmen kepolisian dalam memberantas pinjaman online ilegal ditandai dengan pernyataan bersama Polri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) terkait dengan pemberantasan pinjaman online ilegal pada hari Jumat (20/8).

Dalam mewujudkan komitmen tersebut, Polri telah menyelesaikan 91 kasus dari 370 laporan terkait dengan kejahatan pinjaman online ilegal hingga Oktober 2021. Masih terdapat 278 kasus yang berada dalam penyelidikan, dan kasus lainnya sedang berada dalam tahap penyidikan.

Oleh karena itu, Wahyudi memandang perlu optimalisasi guna mengakselerasi pemberantasan aplikasi pinjaman online ilegal.

Selain itu, dia juga mengingatkan pentingnya konsistensi dalam penerapan peraturan OJK untuk memastikan bahwa seluruh penyedia aplikasi pinjaman online menjalankan bisnis mereka sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, khususnya terkait dengan pelindungan data pribadi nasabah.

"OJK sudah mengeluarkan larangan terkait meminta atau mengambil keseluruhan kontak yang ada di ponsel (nasabah, red.). Ini bagian dari mekanisme perlindungan konsumen yang disediakan oleh OJK," ucapnya.

Aplikasi pinjaman online ilegal, kata dia, sama sekali tidak menerapkan prinsip-prinsip pelindungan data pribadi nasabah sehingga para pengelola aplikasi dapat mengambil data pribadi pengguna secara besar-besaran dan mengeksploitasi data tersebut, seperti mengambil seluruh kontak yang terekam di dalam ponsel pengguna.

"Mestinya seperti kredit konvensional, hanya memberikan dua kontak, bukan seluruh kontak. Belum tentu seluruh kontak memiliki hubungan baik dengan pengguna," kata Wahyudi.

Selain kontak, aplikasi pinjaman online ilegal juga dapat mengakses penyimpanan dan media dari ponsel nasabah untuk mengambil data berupa foto-foto dan video pribadi.

Foto dan video pribadi yang diambil akan digunakan oleh para penagih utang (debt collector) untuk intimidasi nasabah apabila terlambat atau tidak mampu bayar utang.

"Ini merupakan tindakan yang sangat brutal dan eksploitasi terhadap data-data pribadi dari si nasabah tadi," kata Wahyudi.

Baca juga: Pinjol ilegal di Cengkareng jerat 5.700 nasabah dari media sosial

Baca juga: LBH DPN Indonesia buka pusat pengaduan korban pinjol ilegal

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021