Sigi,Sulteng (ANTARA) - Pascaserangan sadis kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) terhadap lokasi permukiman transmigrasi Dusun Lewono, Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah, pada Jumat (27/11), warga terpaksa mengungsi sementara di sejumlah titik.

Salah satu titik penampungan pengungsi di lokasi transmigrasi Dusun Tokelemo, yang berjarak sekitar 20 km dari sasaran penyerangan anggota teroris MIT.

Sejak peristiwa yang menelan korban jiwa empat orang warga transmigrasi Dusun Lewono hingga kini, warga di tiga lokasi transmigrasi di Desa Lembantongoa pada malam hari tidur secara berkelompok-kelompok di satu rumah warga.

Pada pagi harinya, mereka pulang lagi ke rumah masing-masing dan menghabiskan waktu selama beberapa jam bersama keluarga mengusir rasa takut terhadap peristiwa tersebut.

"Makan tak enak, tidur pun tak nyenyak," ungkap Detris, seorang pengungsi dari Dusun Tokelemo.

Ia menuturkan sejak kejadian yang sangat mengejutkan warga itu, penduduk, baik di Dusun Lewono, Dusun Tokelemo maupun Desa Lembantongoa hingga kini masih sangat trauma berat.

Selain diliputi ketakutan, warga juga engan untuk pergi ke kebun,meski hanya dekat dengan permukiman masyarakat. Padahal sebelum adanya peristiwa tersebut, masyarakat hidup tenang dan aman.

Mereka banyak menghabiskan waktu untuk menafkahi keluarganya dengan menanam berbagai komoditi pertanian dan perkebunan yang selama bertahun-tahun telah menopang kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan anak-anak.

"Saya punya tiga anak, semuanya laki-laki dan selama ini bergantung pada hasil panen berbagai jenis komoditi pangan dan sayur-mayur," kata dia.

Akan tetapi selama hampir dua pekan terakhir ini setelah peristiwa itu, ia bersama suaminya lebih banyak tinggal di rumah.

Mau pergi ke kebun tetapi terus dibayangi rasa takut terhadap kelompok teroris MIT yang dalam aksi mereka tidak segan-segan membunuh warga secara sadis dan tak berprikemanusiaan.

"Kondisi ini sungguh tidak pernah terlintas sebelumnya dalam pikiran mereka, sebab warga transmigran dan masyarakat lokal selama ini hidup rukun satu sama lainnya," ujarnya.

Tetapi, siapa nyana bahwa akan terjadi peristiwa berdarah yang dilakukan para anggota teroris MIT dengan membunuh warga transmigrasi tak berdosa serta membakar sejumlah rumah milik warga transmigrasi Dusun Lewono.

Kini, Dusun Lewono telah berubah menjadi sepi tanpa satupun penduduk yang tinggal. Mereka semua sudah mengungsi ke Desa Induk Lembantongoa, dan lainnya eksodus ke Dusun transmigrasi Tokelemo.

Baca juga: Polri datangkan psikolog tangani korban kekerasan MIT di Sigi

Berharap kepada TNI/Polri
Entah menunggu berapa lama, warga akan kembali lagi ke lokasi transmigrasi yang terletak di gunung dan dikelilingi hutan belantara.

Menurut dia, untuk kembali lagi memerlukan waktu cukup lama, sebab trauma berat yang dialami warga harus dipulihkan dan lebih penting lagi jika kelompok teroris MIT sudah bisa dilumpuhkan aparat gabungan TNI/Polri.

Sepanjang teroris masih berkeliaran di hutan dan desa-desa di wilayah Kabupaten Sigi, warga dipastikan takut untuk kembali lagi.

Kecuali, jika di lokasi tersebut ditempatkan aparat sampai anggota teroris MIT berhasil ditangkap petugas.

Bukan hanya warga transmigrasi Lewono yang terusik ketentramannya, tetapi juga warga di transmigrasi lainnya di wilayah Desa Lembantongoa.

Buktinya, meski sudah banyak aparat dan ada pos pengamanan yang dibangun TNI/Polri di beberapa titik permukiman penduduk, tetapi warga tetap mengungsi ke tempat penampungan pengungsi.

"Hanya pada pagi sampai petang hari mereka kembali ke rumah masing-masing dan menjelang malam kembali ke lokasi penampungan pengungsi," kata Detris.

Sepanjang malam, warga menghabiskan waktunya bersama bersama pengungsi lainnya.

Hal senada juga disampaikan Ney, salah seorang pengungsi korban teroris.

Perempuan itu mengaku telah kehilangan suami menjadi salah satu dari empat warga transmigrasi Dusun Lewono yang diserang anggota teroris.

Bukan hanya kehilangan suami yang dicintainya dan telah hidup bersama bertahun-tahun, tetapi juga kehilangan rumah. Rumah yang dibangun pemerintah di lokasi transmigrasi itu habis rata tanah dibakar teroris.

Kini ia tinggal bersama keluarganya di Desa induk Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi.

Meski suaminya dan tiga warga lainnya yang juga masih satu rumpun telah dibunuh teroris, namun tetap berusaha bangkit menjalani hidup tanpa ditemani lagi oleh suaminya.

Sekarang, kata dia, tinggal bersama keluarga dan berharap para pelaku secepatnya ditangkap aparat TNI/Polri yang sedang memburu mereka.

"Kita hanya bisa mendoakan saja semoga petugas dalam waktu tidak terlalu lama bisa menangkap mereka, sebab tindakan yang mereka lakukan sudah banyak menelan korban jiwa," kata dia.

Karena selama mereka belum ditangkap, tidak menutup kemungkinan masih akan ada korban lagi. Dan dengan peristiwa ini pasti masyarakat tidak akan hidup tenang.

Baik Ny Detris maupun Ny Ney, mereka menyatakan tetap berkomitmen untuk mendukung dan mensukseskan pesta demokrasi yang siap digelar pada Rabu (9/12-2020) itu.

Keduanya mengatakan siap memberikan suara mereka kepada calon kepala daerah yang sudah menjadi pilihan hati selama ini. "Meski baru saja mengalami peristiwa memilukan, tetapi sebagai warga yang baik tetap menyalurkan aspirasi politik pada pilkada serentak yang pelaksanaanya tinggal dua hari lagi," kata Detris dan Ney.

Mereka juga sangat berharap kepada warga lainnya meski tinggal di lokasi pengungsian sementara, tetap memberikan waktu untuk bersama-sama menuju ke tempat pemungutan suara (TPS) yang menjadi tempat memilih.

"Kami sebelumnya masuk sebagai pemilih di salah satu TPS di Dusun Tokelemo," kata kedua ibu rumah tangga itu.

Karena sudah terdata di TPS itu, makanya, kata Ney untuk hari "H" akan menyalurkan suara mereka ke TPS-5 Dusun Tokelemo, meski untuk sementara ini mengungsi ke Desa Lembantonga.

Baca juga: Warga Desa Lembantongoa di Sigi siap sukseskan pilkada serentak

Hanya satu TPS
Sementara Ketua KPPS Dusun Tokelemo, Jefri Supari mengatakan bahwa KPU telah menetapkan hanya ada satu TPS yang dipusatkan di Dusun transmigrasi Tokelemo.

Jadi, kata dia, warga transmigrasi maupun masyarakat lokal yang selama ini bermukim di Dusun Lewono dan Tokelemo, semuanya memilih di TPS-5 Dusun Tokelemo.

Jauh sebelum peristiwa serangan tororis, KPU telah membagi sebaran TPS di wilayah Desa Lembantongoa. Dan hanya satu saja TPS yang ditetapkan di Dusun Tokelemo.

Jefri berharap semua warga yang terdaftar sebagai pemilih di TPS -5 Dusun Tokelemo memberikan suaranya saat pilkada berlangsung Hari Rabu, 9 Desember 2020.

Berdasarkan data jumlah pemilih di TPS itu sebanyak 356 orang terdiri dari perempuan dan laki-laki.

Jumlah pemilih sebanyak itu, sudah termasuk dengan warga transmigran di Dusun Lewono, lokasi transmigrasi yang baru saja diserang anggota teroris dua pekan lalu.

Saat ini, lanjut dia, sedang dilakukan pendistribusian surat panggilan memilih (formnulir C-6).

Dia juga mengatakan karena peristiwa dua pekan lalu oleh kelompok teroris yang mengakibatkan korban jiwa empat orang itu, pihaknya telah mengusulkan kepada pihak penyelenggara pilkada agar warga transmigran di Dusun Lewono yang mengungsi ke Desa Lembantongoa diberikan A-5 untuk memilih di desa terdekat.

Sebab hingga kini belum ada satupun warga yang datang melapor bahwa bersangkutan akan memilih di TPS induk di Desa Tokelemo.

Seperti diketahui bersama, pascaserangan teroris di lokasi Transmigrasi Lewono, seluruh warga transmigran mengungsi dan hingga sekarang masih tinggal di Desa Lembantongoa.

Ia juga berharap semua warga yang punyak hak suara bisa menyalurkan aspirasi politik untuk memilih para calon pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng dan Bupati dan wakil Bupati Sigi.

Khusus untuk pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Sigi diikuti dua pasang yakni Muhammad Irwan Lapata (incumben) berpasangan dengan Samuel Pongi.

Satu pasang lagi yakni pasangan calon bupati/wakil bupati Husen Habibu dan Paulina yang sebelumnya adalah wakil Bupati Sigi.

Sedangkan pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur Sulteng yang akan bertarung pada pilkada serentak ini adalah Hudayat Lamakarete (sebelumnya Sekretaris daerah Provinsi Sulteng) dan Bartholomeus Tandigala (sebelumnya Kepala BPBD Provinsi Sulteng).

Berikutnya adalah pasangan Rudi Mastura (mantan Wali Kota Palu) dan Ma'mun Amir (mantan Bupati Banggai).

Pemerintah dan seluruh masyarakat tentu sangat berharap pilkada serentak yang berlangsung di tengah-tengah pandemi COVID-19 akan berlangsung aman dan lancar dengan tetap tunduk pada protokol kesehatan COVID-19.

Siapapun yang menang baik gubernur/wakil gubernur dan bupati/wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota di Sulteng, pastilah mereka yang terbaik dan mendapatkan amanah dari masyarakat untuk membawa dan memimpin daerahnya lima tahun ke depan dengan lebih baik.

Baca juga: LPSK serahkan santunan duka kepada korban kekerasan MIT Poso di Sigi

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020