Jakarta (ANTARA) - Penyidik Sub Direktorat Kejahatan dan Kekerasan (Subdit Jatanras) pada Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya mengungkapkan klinik aborsi ilegal yang berlokasi di Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, diperkirakan sudah mengaborsi sebanyak 32.760 janin.

Angka tersebut didapatkan berdasarkan rata-rata jumlah pasien yang datang ke klinik tersebut mulai 2017.

"Dihitung dari 2017 sampai sekarang, ada 32 ribu lebih janin, 32.760 kalau kita hitung itu janin yang sudah digugurkan. Ini yang sudah kita hitung," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Yusri Yunus di Mako Polda Metro Jaya, Rabu.

Meski demikian, angka tersebut bisa saja bertambah seiring perkembangan penyidikan. Saat ini penyidik masih mendalami soal pembukuan klinik ilegal tersebut.

"Masih kita dalami lagi, karena ada bukti-bukti data yang mereka masukkan dalam daftar pembukuan," katanya.

Yusri mengatakan klinik ini beroperasi setiap hari kecuali Ahad. Mereka beroperasi pukul 07.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB.

Baca juga: Gerebek klinik ilegal, pelaku aborsi jadi tersangka
Baca juga: Polda Metro Jaya gerebek klinik aborsi di Jakarta Pusat


Dalam satu hari, klinik itu menggugurkan lima hingga enam janin. Janin-janin yang mereka gugurkan memiliki kriteria tersendiri dan tidak semua janin bisa dilakukan aborsi di klinik ini.

"Untuk klinik aborsi dibatasi batas umur untuk janin tidak bisa melewati 14 minggu karena memang janin masih berbentuk gumpalan darah dan belum berbentuk bayi," kata Yusri.

Polda Metro Jaya pada 9 September 2020 sekitar pukul 12.00 WIB menggerebek sebuah klinik aborsi ilegal yang beralamat di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat.

Polisi mengamankan 10 orang, yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas perannya masing-masing. Salah satu di antara 10 tersangka tersebut adalah seorang perempuan yang merupakan pasien yang melakukan aborsi di klinik tersebut.

Atas perbuatannya para tersangka dikenakan Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020