Kupang (ANTARA) - Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) menyatakan bahwa kasus pencemaran Laut Timor akibat kebocoran ladang minyak Montara yang terjadi pada 21 Agustus 2009 atau hampir mencapai 11 tahun, namun hingga saat ini kasus tersebut belum ada tindak lanjut.

"Pada 17 Agustus 2020, Indonesia genap 75 tahun dan pada saat yang sama rakyat di Nusa Tenggara Timur selama 11 tahun terus dibiarkan memikul tanggung jawab kasus pencemaran Laut Timor yang dilakukan Australia. Dan sampai saat ini belum ada titik terang," kata Ketua YPTB Ferdi Tanoni kepada wartawan di Kupang , Minggu.

Ia mengatakan hingga saat ini penyelesaian ganti rugi oleh pemerintah Australia dan perusahaan pencemar, yakni PTTEP Australasia masih dibayangi tanda tanya dan penuh dengan ketidakjelasan.

Baca juga: Montara: Pencemaran Laut Timor mutlak tanggung jawab Australia

Ferdi mengatakan bahwa luasan perairan laut yang tercemar, menurut data hasil investigasi tim Australia yang dirujuk oleh Direktur Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni, mencapai 90.000 kilometer persegi, dan sebanyak 70-80 persen wilayah yang tercemar berada di wilayah Indonesia berdampak pada kerusakan lingkungan.

"Dampak yang dirasakan rakyat NTT luar biasa, seperti usaha budidaya kelautan dan perikanan di sepanjang pesisir Timor Barat hingga Pulau Rote, Sabu, dan Sumba gagal total,” ujarnya.

Menurut Ferdi, Pemerintah Indonesia dimungkinkan menggunakan klausul dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS), yakni negara peratifikasi wajib menjaga lingkungan laut.

“Pemerintah Australia pun pantas ‘diingatkan’ dan diminta pertanggungjawaban serta menekan PTTEP Australasia segera membayar klaim ganti rugi Montara. Jika ini tak dilakukan Pemerintah Indonesia, ‘bangsa kalah’ adalah kisah masa depan," katanya.

Baca juga: Kasus Montara diharapkan jadi perhatian serius pemerintah

Menurut dia, penderitaan akibat pencemaran ini dirasakan di 13 Kabupaten dan Kota di NTT mencapai lebih dari 100,000 mata pencaharian rakyat, puluhan orang meninggal dunia, banyak sekali yang sakit, puluhan ribu hektare terumbu karang hancur di perairan Laut Sawu dan puluhan kali lipat ikan Paus terdampar dan ratusan ekor yang mati.

Dengan belum selesainya kasus ini ia mengkritik Pemerintah Indonesia dengan diberlakukannya Perjanjian Perdagangan RI-Australia IA-CEPA telah mengesampingkan penderitaan rakyat NTT.

Sebagai Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara, Ferdi kembali mendesak Tim Satuan Tugas Montara yang berjumlah 5 orang, segera menyampaikan konsep surat yang telah disepakati dan dikirim ke Presiden Joko Widodo untuk ditandatangani, kemudian segera dikirim ke Perdana Meneteri Australia Scott Morrison di Canberra.

Jika Perdana Menteri Australia tidak menjawab, maka Indonesia bisa membawa kasus ini ke ITLOS (Internationa Tribunal Law of the Sea) agar kasus Petaka Pencemaran Laut Timor ini segera berakhir, katanya.

Baca juga: Peduli Timor: PBB diminta segera turun tangan atasi kasus Montara

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020