Dalam hal terpidana tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 2 tahun.
Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Kantor Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Tiga Jakarta Yul Dirga divonis 6,5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima suap Rp32.825 dolar AS dan Rp50 juta.

Vonis majelis hakim yang diketuai M. Siradj di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 12 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Namun, Yul Dirga dinyatakan tidak terbukti melakukan dakwaan kedua mengenai penerimaan gratifikasi.

Putusan tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Sebelumnya, jaksa menuntut terdakwa Yul Dirga 9,5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Baca juga: Mantan Kepala Kantor Pajak PMA dituntut 9,5 tahun penjara

Selanjutnya, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti kepada negara sebesar 18.435 dolar AS dan 14.400 dolar AS ditambah Rp50 juta selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

"Jika dalam waktu tersebut tidak dibayar, harta benda terpidana disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Dalam hal terpidana tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 2 tahun," kata hakim Siradj.

Yul Dirga terbukti menerima suap dari Komisaris PT Wahana Auto Ekamarga Darwin Darwin Maspolim dan Katherine Tan Foong Ching selaku "Chief Financial Officer" Wearnes Automotive Pte. Ltd. sebesar 18.425 dolar AS ditambah 14.400 dolar AS ditambah sejumlah 50 juta (sekitar Rp524 juta).

Tujuan pemberian suap itu adalah agar Yul Dirga dan tiga orang pemeriksa pajak KPP PMA Tiga Jakarta, yaitu Hadi Sutrisno, Jumari, dan Muhammad Naim Fahmi menyetujui permohonan lebih bayar pajak (restitusi) yang diajukan PT WAE tahun pajak 2015 dan 2016.

Terkait dengan pemeriksaan tahun pajak 2015, PT WAE mengajukan restitusi ke KPP PMA Tiga atas kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT PPh 1771) 2015 sejumlah Rp5,03 miliar. Tim pemeriksa permohonan itu terdiri atas Hadi Sutrisno (supervisor), Jumari (ketua tim), dan M. Naim Fahmi (anggota).

Uang suap 73.700 dolar AS diberikan Lilis Tjinderawati pada bulan Mei 2017 kepada Hadi Sutrisno di parkiran Mal Taman Anggrek.

Baca juga: Kepala kantor pajak didakwa terima suap-gratifikasi Rp2,3 miliar

Selanjutnya, Hadi membagi empat uang tersebut untuk Hadi, Jumari, M. Naim Fahmi, dan Yul Dirga masing-masing 18.425 dolar AS.

Untuk pemeriksaan pajak 2016, PT WAE mengajukan restitusi ke KPP PMA Tiga atas kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT PPh 1771) 2016 sejumlah Rp2,77 miliar. Tim pemeriksa untuk permohonan itu pun masih sama, yaitu Hadi Sutrisno, Jumari, dan M. Naim Fahmi.

Suap senilai 57.500 dolar AS tersebut diserahkan pada bulan Juni 2018 oleh Amelia Pranata dan Musa kepada Hadi Sutrisno di toilet pria Mal Kalibata Citi Square.

Hadi lalu membagi empat uang tersebut masing-masing 13.700 dolar AS, sedangkan untuk Yul Dirga sebesar 14.400 dolar AS.

Namun, majelis hakim tidak sependapat dengan JPU KPK yang menyatakan bahwa Yul Dirga menerima gratifikasi sebesar 98.400 dolar AS (sekitar Rp1,347 miliar) dan 49.000 dolar Singapura (sekitar Rp482 juta) dari para wajib pajak di wilayah KPP PMA Tiga Jakarta.

Terkait dengan penerimaan uang 98.400 dolar AS dan 49.000 dolar Singapura setelah ditukar ke mata uang rupiah adalah sebesar Rp1,891 miliar dalam uraian dakwaan penuntut umum, kata M. Siradj, tidak mencantumkan sama sekali wajib pajak siapa yang memberikan kepada terdakwa.

Baca juga: KPK panggil dua saksi kasus suap restitusi pajak

Selain itu, tidak dicantumkan bagaimana cara terdakwa menerima dan untuk kepentingan apa uang itu sehingga penuntut umum menyimpulkan gratifikasi demikian juga saksi dan bukti surat yang dihadirkan tidak ada satu pun yang mengungkap penerimaan gratifikasi itu.

Atas dasar itu, majelis hakim menyimpulkan Rp1,891 miliar tersebut tidak dapat dikualifikasi sebagai uang gratifikasi.


Pendapat Berbeda

Dalam pertimbangan majelis hakim, hakim anggota Joko Subagyo menyatakan "dissenting opinion", kemudian menilai Yul Dirga tidak terbukti melakukan dua dakwaan tersebut.

Menurut hakim Joko, terdakwa tidak mengetahui laporan Hadi Sutrisno, tidak didukung alat bukti lain bahwa Hadi sudah menyerahkan uang kepada terdakwa, atau hanya berdasarkan keterangan Hadi bahwa sudah menyerahkan uang  18.425 dolar AS ditambah 14.400 dolar dolar AS sehingga unsur menerima hadiah dalam dakwaan alternatif pertama tidak terbukti.

Terkait dengan dakwaan kedua, hakim Joko juga menilai bahwa Yul Dirga sudah menjelaskan sumber uang tersebutg.

Ia berpendapat bahwa tidak ada bukti dan saksi bahwa pemberian uang  98.400 dolar AS dan 49.000 dolar Singapura dari individu atau korporasi dan untuk apa uang itu diberikan.

Terdakwa juga sudah menjelaskan asal uang dari gaji, penjualan tanah, dan pinjaman, artinya tidak diketahui perstasi atau jasa apa yang dilakukan terdakwa sehingga tidak tahu kenapa uang itu diberikan.

"Dengan tidak terbuktinya unsur berlawanan dengan jabatannya, dakwaan alternatif kedua tidak terbukti," kata hakim Joko menegaskan.

Atas putusan tersebut, baik Yul Dirga maupun JPU KPK, menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020