Jakarta (ANTARA) - Kecemasan akibat wabah virus corona penyebab COVID-19 tidak selalu merupakan masalah gangguan kesehatan mental sehingga perasaan yang muncul tersebut merupakan bagian dari adaptasi normal seseorang, kata dokter spesialis kesehatan jiwa Dr. Jiemi Ardian, SpKJ.

“COVID-19 menimbulkan berbagai macam reaksi bersamaan dengan kemunculannya, karena banyak hal baru yang sebenarnya tidak pernah terpikirkan dan itu menimbulkan kecemasan tersendiri,” ujar Dr Jiemi Ardian yang juga Advisor Layanan Kesehatan Mental ibunda.id kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.

Menurut Dr. Jiemi masalah tersebut muncul karena terjadinya perubahan sistem secara tiba-tiba akibat merebaknya virus corona sehingga orang harus menyesuaikan secara mendadak terhadap perubahan pola, yakni dari kondisi normal menjadi kecemasan. "Kecemasan itu akibat ketidaktahuan dalam menghadapi sesuatu yang baru (virus corona)."

Baca juga: Psikolog RSUP Sanglah buka konseling kesehatan mental saat COVID-19

Baca juga: Psikolog: Berfikir sehat dan hindari kecemasan berandil melawan corona

Baca juga: Ketika G20 berupaya temukan obat untuk pulihkan kecemasan global


Lebih lanjut, ia mengatakan kecemasan tersebut merupakan akibat dari isolasi sosial, kurangnya interaksi, gerakan fisik yang terbatas, serta pola stresor yang berubah.

“Jika emosi tersebut mengambil alih pikiran, perasaan dan perilaku hingga merasakan penderitaan dan ketidakmampuan melakukan fungsi keseharian, maka mungkin itu bisa menjadi tanda terjadi gangguan mental dan perlu mendapatkan bantuan,” ujarnya.

Dr. Jiemi menuturkan selain hal tersebut, penyebab gangguan mental sendiri selalu kompleks, merebaknya virus corona penyebab COVID-19 sendiri bisa menjadi pencetus bagi kondisi gangguan mental seseorang yang pernah mereda justru menimbulkan gangguan baru. "Tapi COVID-19 hanyalah salah satu faktor dari sekian banyak faktor lainnya."

Lebih lanjut Dr. Jiemi menambahkan terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan gangguan mental seseorang. Dimulai dari faktor biologi seperti gen, neurotransmitter, sistem syaraf, dan endokrin. Kemudian faktor psikologi seperti cara menghadapi stresor, gaya berpikir seseorang, dan kemampuannya dalam beradaptasi serta faktor sosial seperti sistem pendukung orang-orang dekat yang berada di sekitar.

“Kita memerlukan kewaspadaan sekaligus ketenangan untuk menjaga kesehatan jiwa pada saat wabah COVID-19 ini, untuk itu kita juga perlu melakukan hal-hal yang riil untuk menjaga kesehatan jiwa itu sendiri,” katanya.

Dilansir dari Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia tindakan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya, berbicara dengan orang terpercaya jika terjadi kecemasan yang berlebih, menjaga pola hidup sehat selama aktivitas di rumah, tidak merokok, minum alkohol atau narkoba serta memilih informasi yang akurat dan kredibel dari sumber yang terpercaya.

“Jika memang sudah terjadi gangguan dan membuat seseorang mengalami penderitaan dan disfungsi, maka konsultasi secara daring dengan psikolog sangat dianjurkan karena pada saat seperti ini mungkin mengurangi kontak adalah cara yang bijak,” kata Dr Jiemi.*

Baca juga: Kurang konsumsi sayur sebabkan mudah cemas, benarkah?

Baca juga: Menkes sebut kecemasan bisa pengaruhi imunitas tubuh

Pewarta: Zita Meirina dan Zainiya Abidatun
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020