Jakarta (ANTARA) - Pegiat antikorupsi selaku pemohon uji formil revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Presiden Joko Widodo hadir dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi guna menjelaskan terkait motif dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Tidak ada lagi yang bisa menjawab, mengungkap ke publik apa sebenarnya motif revisi UU KPK itu tetap disahkan, kenapa Presiden tidak tanda tangan? maka kami minta Presiden datang, mungkin juga Mahkamah Konstitusi bisa memerintahkan Presiden untuk hadir memberikan keterangan," ujar salah satu perwakilan pegiat antikorupsi, Agil Oktaryal di Jakarta.

Baca juga: Presiden diminta dihadirkan di MK untuk perkara revisi UU KPK

Agil mengatakan banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh perwakilan pemerintah dalam persidangan di MK. Misalnya seputar formalitas yang dilanggar dalam pembentukan UU KPK.

"Dan ini tidak terjawab oleh wakil pemerintah, bahkan kita bilang wakil pemerintah yang dihadirkan itu sama sekali tidak bermutu, tidak bisa menjawab pertanyaan hakim, kuasa, atau pemohon," kata Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu.

Lebih lanjut Agil mengatakan bahwa pihak Pemohon sebenarnya sudah mengajukan permintaan tersebut kepada hakim MK pada dua persidangan sebelumnya.

Saat itu, kata dia, hakim menjanjikan keputusan mengundang Presiden Jokowi ke dalam sidang akan ditentukan dalam rapat permusyawarahan hakim (RPH).

Baca juga: DPR bantah KPK tak dilibatkan dalam pembahasan revisi UU KPK

Namun hingga saat ini Agil mengaku belum ada informasi lebih lanjut mengenai hasil dari RPH tersebut.

"Sampai sekarang kita belum menerima hasil dari hakim. oleh karena itu kita meminta Mahkamah Konstitusi dan Presiden untuk hadir memberikan keterangan di sidang Mahkamah Konstitusi," kata dia.

Ada pun pemohon dalam permohonannya mempertanyakan keabsahan secara prosedural pembentukan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang tidak sesuai dengan asas pembentukan perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.

Baca juga: Arteria bantah revisi UU KPK tak masuk prolegnas

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020