Hong Kong (ANTARA) - Polisi anti-huru hara Hong Kong menembakkan gas air mata ke dalam kampus pada Selasa, sehari setelah seorang demonstran ditembak dan seorang pria dibakar dalam kekerasan paling brutal, yang mengguncang wilayah yang dikuasai China selama aksi protes anti-pemerintah lebih dari lima bulan.

Sejumlah layanan kereta api dihentikan sementara dan beberapa ruas jalan di pusat bisnis Asia tersebut ditutup untuk hari kedua, dengan kemacetan panjang di jam-jam sibuk pagi.

Polisi anti-huru hara disiagakan di stasiun metro di seluruh wilayah tersebut dan antrean panjang para komuter terlihat di peron.

Sementara itu, aktivitas kelas di universitas dan sekolah juga dibatalkan, dengan siswa, guru dan orang tua merasa cemas sehari setelah polisi menembakkan gas air mata dan para mahasiswa melemparkan bom molotov ke sejumlah kampus.

Lebih dari 260 orang ditangkap pada Senin (11/11), menurut polisi, menambah jumlah total menjadi lebih dari 3.000 orang sejak aksi protes meningkat pada Juni.

Stasiun metro di Sai Wan Ho di Hong Kong timur, lokasi demonstran berusia 21 tahun ditembak pada Senin, juga ikut ditutup.

Sebuah truk meriam air disiagakan di depan kantor pusat pemerintah, di mana Dewan Eksekutif Hong Kong dijadwalkan menggelar pertemuan rutin mereka.

Pada Senin Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan kekerasan di bekas koloni Inggris telah melampaui tuntutan massa tentang demokrasi dan para demonstran kini menjadi musuh rakyat.

Massa geram atas apa yang mereka lihat sebagai kebrutalan polisi dan campur tangan Beijing terhadap kebebasan, yang dijamin oleh kebijakan "satu negara, dua sistem" yang diberlakukan ketika Hong Kong diserahkan kepada pemerintah China pada 1997.

China membantah tuduhan intervensi dan menuding negara Barat menimbulkan masalah.

Sumber: Reuters

Baca juga: AS kecam kekerasan terbaru Hong Kong

Baca juga: Hong Kong masuki masa krisis karena aksi protes belum mereda

Baca juga: Mahathir tentang Lam: 'Saya rasa hal yang terbaik adalah mundur'

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019