Mereka menyilang-nyilangkan anggrek yang ada di Indonesia dan mereka klaim jadi anggrek mereka
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah mendorong peningkatan perlindungan sumber daya hayati dari pencurian sumber daya genetik atau biopiracy, kata Pelaksana Tugas Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Agung Kuswandono .

"Pencurian terhadap sumber daya hayati, terutama sumber daya genetik Indonesia (biopiracy) menjadi masalah yang akan merugikan ekonomi Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya sumber daya genetika, seperti obat, bahan industri dan pangan dipatenkan ataupun diambil dan dimanfaatkan tanpa izin oleh perusahaan dan pakar luar negeri. Lalu bagaimana jika misalnya obat-obatan yang diproduksi oleh perusahaan obat besar yang bahan dasarnya diperoleh dari tanaman yang berasal dari suatu masyarakat tradisional atau tanaman yang hanya dapat tumbuh di suatu wilayah masyarakat tertentu," katanya di Tangerang, Banten, Senin.

 Agung yang juga Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa itu mengatakan hal tesebut dalam Seminar Nasional Pencegahan Pencurian Sumber Daya Hayati Indonesia di Hotel Sheraton, Tangerang, Provinsi Banten.

Selain mendorong perlindungan terhadap keanekaragaman hayati Indonesia, Agung juga menginginkan adanya pengembangan potensi sumber daya hayati untuk ekonomi pada masa yang akan datang. Keanekaragaman hayati berpotensi sebagai bahan pangan, papan, obat-obatan dan kosmetika yang menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia.

Dia mencontohkan rumput laut telah menjadi makanan utama di Korea dan Jepang serta telah dibentuk dalam berbagai macam produk karena dinilai memiliki gizi yang cukup tinggi. Sementara Indonesia yang memiliki kekayaan rumput laut belum mampu melakukan pemanfaatan dan pengembangan optimal dari tumbuhan itu.

Baca juga: DPR minta konservasi diselaraskan protokol internasional

Agung menuturkan perlu langkah-langkah konkrit untuk mencegah agar kekayaan sumber daya hayati tersebut, terutama sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional, tidak dicuri oleh negara lain.

"Negara kita ini kayanya luar biasa, kita harus betul-betul jaga dan kita jadikan ikon negeri kita," tuturnya.

Ia berharap, melalui seminar tersebut, dapat diidentifikasi berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan sebagai bahan rekomendasi untuk ditindaklanjuti dan perbaikan kebijakan ke depan, terutama terkait dengan akses dan pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumber daya genetik, penguatan perizinan penelitian bagi orang asing, paten dan hak kekayaan intelektual, serta pengembangan sumber daya hayati untuk bisnis dan industri.

Ia mengatakan biopiracy bisa terjadi saat para peneliti atau organisasi penelitian tertentu mengambil sumber daya biologis tanpa izin dari negara sumber.

Indonesia sebagai sumber anggrek terbanyak di dunia, tetapi negara tetangga yang terkenal dengan anggrek.

"Mereka menyilang-nyilangkan anggrek yang ada di Indonesia dan mereka klaim jadi anggrek mereka. Begitu banyaknya kita lepaskan ke negara lain tanpa sadar itu merugikan negara kita," ujarnya.

Menurut Agung, perlu adanya kesadaran dari seluruh elemen masyarakat Indonesia untuk melindungi, menjaga dan mewaspadai berbagai tindakan yang berujung pada biopiracy, seperti melalui kedok penelitian dari peneliti asing.

Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset dan Teknologi Ocky Karna Radjasa mengatakan keanekaragaman hayati mencari incaran negara lain atau perusahaan asing karena keanekaragaman hayati juga merupakan sumber keanekaragaman kimiawi yang mana senyawa-senyawa kimiawi potensial bisa untuk menjawab kebutuhan, misal di bidang kesehatan dan obat-obatan, seperti antikanker, antivirus dan penghasil enzim.

Dengan manfaat yang besar dari sumber daya hayati, katanya, orang berkeinginan mendapatkannya, termasuk melalui pencurian sumber daya genetik yang telah menyebabkan kerugian besar bagi bangsa pemilik asal sumber daya hayati itu.

Seminar nasional tersebut merupakan kerja sama antara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang didukung Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, serta beberapa perguruan tinggi.

Baca juga: Indonesia Timur titik pusat keanekaragaman hayati
Baca juga: LIPI siap kurangi kerja sama dengan asing
Baca juga: BSN: 'bioresource' perlu standardisasi untuk menjadi 'bioproduct'

 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019