JPU mengharapkan agar majelis hakim menjatuhkan hukuman sesuai dengan yang tertulis dalam surat dakwaan berdasarkan bukti-bukti yang ada
Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum Fahtoni yang menangani kasus penguasaan senjata api ilegal dengan terdakwa Habil Marati menolak nota keberatan yang diajukan.

Menurut JPU dalam surat dakwaan secara tertulis dan terstruktur telah dijabarkan peran dari masing- masing terdakwa.

"Jika membaca dakwaan sudah jelas peran masing-masing terdakwa baik menyuruh dan membeli senjata api, membantu membeli senjata ali, mencari, membeli senpi dan sampai menjual senjata api sehingga dapat disimpulkan dakwaan itu jelas dibuat dengan lengkap,” kata Fahtoni menjabarkan alasan nota keberatan Habil ditolak.

Baca juga: Alasan Habil Marati keberatan pakai rompi tahanan

Baca juga: Habil Marati sebutkan empat hal dalam pembelaannya

Baca juga: Tidak didampingi pengacara, sidang Habil Marati ditunda


Fahtoni menyayangkan nota keberatan yang diajukan oleh Habil Marati karena dalam dakwaan secara jelas tertulis bahwa para terdakwa secara sengaja membeli senjata api ilegal itu.

Oleh karena itu, JPU mengharapkan agar majelis hakim menjatuhkan hukuman sesuai dengan yang tertulis dalam surat dakwaan terhadap pria yang merupakan mantan politisi itu.

Oleh karena itu, jaksa penuntut umum meminta majelis hakim untuk memberi putusan surat dakwaan sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan.

“Menyatakan jika eksepsi terdakwa dan penasihat hukum tidak dapat diterima atau ditolak,” kata Fahtoni.

Usai sidang, saat ditemui Habil Marati tetap menganggap jawaban jaksa tidak menjelaskan syarat formil dakwaan terhadapnya.

“Dakwaan itu jelas tidak mampu menjawab bahwa senjata itu maupun uang 500.000 dollar itu bukan punya saya,” kata Habil.

Seperti diketahui, Habil Marati didakwa sebagai penyokong dana Kivlan Zen dalam penguasaan senjata api ilegal.

Kedua orang tersebut didakwa dengan dua dakwaan yaitu pasal 1 ayat 1 UU no. 12/1951 jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

Sedangkan dakwaan kedua adalah pasal 1 ayat 1 UU no.12/ 1951 jo pasal 56 ayat (1) KUHP.

Sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada Kamis minggu depan (17/10) dengan agenda putusan sela.
 

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019