Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menilai Revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau revisi UU KPK akan membuat penegakan hukum lebih sehat dengan adanya check and balances.

"Harapan kami dengan revisi UU KPK itu, cek and balances akan terjadi dan penegakan hukum lebih sehat, tidak melahirkan praduga-praduga," ujar Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat.

Baca juga: Civitas academica Paramadina ingatkan Jokowi bahaya pelemahan KPK

Baca juga: Imparsial nilai revisi UU KPK disahkan DPR cacat formil

Baca juga: Revisi UU KPK, Pakar nilai kembalikan jati diri KPK


Revisi UU KPK mengatur keberadaan dewan pengawas yang akan memberikan izin penyadapan serta penggeledahan terhadap pimpinan KPK.

Selain itu, revisi juga mengatur KPK wajib menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada kepolisian dan/atau kejaksaan apabila tindak pidana tidak memenuhi ketentuan yang diatur.

Terkait penguatan peran kejaksaan dan kepolisian, Jaksa Agung mengaku hal itu yang diharapkannya karena keberadaan KPK untuk menguatkan lembaga penegak hukum yang sudah ada.

"Dulu semangatnya keberhasilan KPK sejauh mana mendorong penegak hukum yang ada menjadi lebih baik. Kami saling mendorong lebih baik," tutur Prasetyo.

Baca juga: Imam Nahrawi tersangka, penyidikannya sebelum revisi UU KPK

Baca juga: Semester I 2019 KPK selamatkan keuangan daerah Rp28,7 triliun

Baca juga: Komnas HAM: KPK dihabisi bersamaan kepergian H.S. Dillon


Ia mengatakan sinergi selain dilakukan KPK, Polri dan kejaksaan, juga melibatkan institusi lain, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Undang-undang, ujar Prasetyo, harus diselaraskan dengan tuntutan rasa keadilan di masyarakat yang dapat berubah. Ia mencontohkan UUD 1945 pun dilakukan amandemen.

"Begitu pun UU KPK. Kita lihat praktik pelaksanaan baru bisa komentar," tegas dia.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019