Saya tidak berhenti berharap Presiden berani untuk menolak membahas bersama dan menolak menyetujui bersama, kata Zaenal
Yogyakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenal Arifin Mochtar mengatakan, Presiden Joko Widodo masih memiliki kesempatan menggagalkan revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk disahkan menjadi UU KPK.

Zaenal saat menjadi pembicara dalam diskusi di Kantor Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Yogyakarta, Jumat, mengatakan, meski telah menerbitkan surat presiden (surpres) terkait usulan RUU KPK, Presiden Jokowi masih memiliki peluang untuk menggagalkan RUU itu bisa lolos menjadi UU.

"Undang-Undang itu kan dibahas ada lima tahapan, yakni pengajuan, pembahasan, persetujuan, pengesahan, pengundangan. Nah masih ada dua wilayah, presiden masih bisa menolak kalau dia mau," kata dia.

Baca juga: Yusril harap Presiden Jokowi beri keputusan terbaik soal revisi UU KPK

Dari lima tahapan itu, kata Zaenal, presiden masih memiliki kewenangan untuk menentukan pasal mana yang bisa dibahas atau sama sekali menolak pembahasan bersama dengan DPR RI. Untuk menentukan pasal-pasal tertentu yang bisa dibahas, Presiden dapat meminta Menpan RB dan Menkum HAM untuk mengawalnya.

"Problemnya seberapa kuat ini dipesankan pada Pak Yasonna (Menkum HAM) dan Menpan RB untuk ngawal atau untuk mengatakan: 'eh Pak Yasonna dan Pak Menpan RB kalau mereka (DPR) memaksakan (pasal) ini kita cabut tidak jadi pembahasan," kata dia mencontohkan.

Selain itu, meski telah dibahas, lanjut Zaenal, Presiden Jokowi juga masih memiliki peluang untuk menolak menyetujui bersama RUU KPK. "Dia bisa menolak mengatakan saya tidak menyetujui," kata dia.

Baca juga: Pimpinan KPK serahkan tanggung jawab pada Presiden

Baca juga: Presiden Jokowi harap masyarakat berpikir jernih terkait RUU KPK


Oleh sebab itu, ia berharap Presiden Jokowi berani menolak membahas bersama dan menyetujui bersama, sebelum memasuki proses pengesahan RUU menjadi UU.

Sebab, apabila Presiden baru menolak saat pengesahan atau tidak menandatangani, maka dalam waktu 30 hari RUU itu dengan sendirinya akan menjadi UU dan wajib diundangkan. Hal itu mengacu Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

"Saya tidak berhenti berharap Presiden berani untuk menolak membahas bersama dan menolak menyetujui bersama," kata Zaenal.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019