Tapi dengan catatan, diplomat dan duta negara agar berkoordinasi dulu ke dalam. Dengan Kapolri atau Panglima TNI sehingga informasi yang disebar nantinya selaras."
Pekanbaru (ANTARA) - Akademisi Universitas Islam Riau Dr Syahrul Akmal Latief menilai para diplomat atau perwakilan Indonesia di luar negeri dapat lebih menguatkan perannya untuk merespon isu negatif terkait Papua yang kini bergulir liar.

"Diplomat dan duta besar harus dapat melakukan upaya 'counter' isu Papua di luar negeri," kata Akmal kepada Antara di Pekanbaru, Rabu.

Baca juga: Pemerintah buka blokir internet di 29 kabupaten Papua dan Papua Barat

Baca juga: Papua Terkini - Polisi: PSG penghubung media asing di isu Papua

Baca juga: Anggota BPK: Kebijakan presiden bangun infrastruktur Papua tepat


Ia mengatakan isu Papua yang beredar saat ini dalam kondisi mengkhawatirkan. Berdasarkan data dari Kominfo, lanjutnya, terdapat 550.000 link berita hoaks yang kini beredar luas. Bahkan, ada 20 negara yang ikut serta menyebarkan berita hoaks tersebut.

Sementara, sejauh ini dia melihat peran para diplomat dan duta besar belum maksimal untuk memberikan respon positif menjawab isu yang bergulir liar tersebut. Untuk itu, dosen kriminologi UIR itu meminta kepada pemerintah agar menguatkan peran para perwakilan Indonesia itu.

"Tapi dengan catatan, diplomat dan duta negara agar berkoordinasi dulu ke dalam. Dengan Kapolri atau Panglima TNI sehingga informasi yang disebar nantinya selaras," ujarnya.

Lebih jauh, Akmal menilai bahwa situasi di Papua saat ini merupakan dampak dari penggiringan opini dengan penyebarluasan informasi yang tidak benar. Menurut dia, mereka yang terlibat ke dalam pusaran isu negatif itu telah terpapar informasi yang menyesatkan. Informasi yang tidak utuh dan menyesatkan itu kemudian dimanfaatkan beberapa negara yang ingin mengoyak kedaulatan bangsa.

Sehingga, dia kembali mengimbau kepada masyarakat Papua dan Indonesia secara umum untuk bersama-sama memperkuat persatuan demi NKRI.

Senada dengan Akmal, Data Wardana, pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIR mengatakan bahwa Papua merupakan bagian tak terpisahkan dari Indonesia. "Maka yang dialami di Papua, kita di Riau juga ikut merasakan hal yang sama," ujarnya.

Dia juga meminta kepada pemuda dan aktivis untuk bersama menahan diri dan tidak turus serta menyebarkan berita bohong. Yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah semangat persatuan dan kesatuan yang harus dijaga bersama.

Terakhir, mahasiswa asal Papua yang tengah mengenyam pendidikan di Riau, Nelson Takurana juga memberikan pesan kepada saudaranya di Bumi Cenderawasih untuk menyadari bahwa saat ini ada oknum tertentu yang tengah berupaya memecah belah bangsa.

"Kawanku di Riau dan luar daerah. Jangan mau terpecah karena isu yang belum tentu benar. Jangan perkeruh suasana yang bisa merusak. Mari kita lawan itu," pinta Nelson, mahasiswa semester IV jurusan Administrasi Negara di UIR itu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyebutkan aktivitas sekolah di Papua dan Papua Barat akan dibuka kembali mulai 5 September 2019 seiring dengan situasi yang kian kondusif.

Baca juga: Veronica Koman ditetapkan tersangka hoaks Asrama Mahasiswa Papua

Baca juga: Papua Barat kondusif, dunia maya masih bergemuruh

Baca juga: Polda Jatim gandeng interpol kejar Veronica Koman


"Kita bersyukur perkembangan Papua dan Papua Barat secara umum tetap kondusif," kata Wiranto saat konferensi pers perkembangan situasi Papua di Jakarta, Rabu.

Untuk sekolah, kata dia, secara khusus sudah dijadwalkan pada hari Kamis (5/9) akan dibuka kembali untuk melakukan aktivitas belajar dan mengajar.

Ia menjelaskan bahwa aktivitas masyarakat di Papua dan Papua Barat sudah normal kembali. Demikian pula, pelayanan publik di perkotaan, seperti transportasi, pelabuhan, bandara, dan terminal yang sudah berjalan seperti semula.

Pewarta: Anggi Romadhoni
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019