Jakarta (ANTARA) - Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) Dr. Bayu Dwi Anggono mengatakan pidato presiden pada Sidang Tahunan MPR RI adalah momen bagi masyarakat untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh lembaga negara selama setahun ini.

"Pidato-pidato itu menarik, inilah momen rakyat tahu apa yang dilakukan oleh lembaga tinggi negara yang diberikan wewenang langsung oleh Undang-Undang Dasar selama setahun terakhir," kata Bayu saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Bayu mengatakan selama ini rakyat tidak bisa mendapatkan informasi yang utuh apa yang lembaga tinggi negara lakukan selama setahun dan yang didatangkan dari sumber-sumber yang dihasilkan negara, sejauh mana kontribusi lembaga negara serta segala macamnya.

Baca juga: Pengamat: Haluan negara harus sesuai sistem presidensial

Pada Sidang Tahunan MPR menjelang HUT RI Presiden membaca tiga pidato sekaligus. Pidato pertama, yakni pembukaan sidang berisi laporan kinerja lembaga negara dimulai pukul 08.30 WIB.

Pidato kedua, yakni pidato kenegaraan dalam rangka HUT RI dibacakan presiden sekitar pukul 10.30 WIB.

Pidato ketiga, yakni pidato nota keuangan RAPBN yang rencananya akan dibacakan pada pukul 16.00 WIB.

Bayu menjelaskan bahwa ketiga pidato ini menarik untuk didengarkan. Pidato yang pertama adalah pidato tahunan presiden dalam rangka membacakan laporan kinerja lembaga-lembaga negara.

Isi pidato ini melaporkan kinerja semua lembaga negara yang kewenangnnya diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945. Contohnya laporan kinerjanya presiden, DPR, MPR, DPD, BKP, Mahkamah Konstitusi, Mahkama Agung, Komisi Yudisial (KY), atau yang disebut sebagai lembaga tinggi negara.

Baca juga: Pengamat: Ketua MPR hendaknya diisi figur politikus negarawan

Pidato kedua, yakni pidato kenegaraan yang isinya laporan secara utuh kinerja presiden. Pidato kenegaraan itu sangat presiden sentris, sementara pidato yang pertama sangat mencakup semua lembaga-lembaga negara.

Bayu mengatakan bahwa pidato kenegaraan merupakan pidato wajib yang sudah ada sejak presiden pertama RI Soekarno. Berbeda dengan pidato pertama, yakni pidato penyampaian kinerja lembaga negara baru dimulai sejak 2015.

Pidato laporan kinerja lembaga negara adalah peraturan tata tertib DPR diatur dalam Peraturan Nomor 1 Tahun 2014. Konsep awalnya semua lembaga negara membacakan laporannya. Akan tetapi, karena memakan waktu lama, semua sepakat untuk dipercayakan kepada Presiden untuk dibacakan sehingga tata tertib tadi berubah menjadi konvensi yang sudah berlangsung selama 4 tahun ini.

Pidato kenegaraan sudah ada sejak zaman Presiden Soekarno setiap tanggal 16 Agustus presiden berpidato menjelang HUT RI.

"Jadi, konvensi ini menjadi sangat menarik bagi semua warga negara menjadi tahu," katanya.

Baca juga: Presiden serukan strategi baru hadapi disrupsi era Industri 4.0

Baca juga: Isi lengkap Pidato Kenegaraan Presiden dalam rangka HUT Ke-74 RI


Pidato yang ketiga, menurut dia, juga tidak kalah pentingnya untuk diketahui oleh masyarakat karena pidato itu presiden menyampaikan nota keuangan untuk 1 tahun ke depan (2020) atau yang disebut dengan perencanaan pembangunan dalam konteks mikro keuangannya, seperti apa arah pembangunan yang dilakukan presiden terkait dengan nota keuangan RAPBN.

"Jadi, ketiga-tiganya pidato ini penting, yang satu bicara tentag lembaga negara, yang kedua bicara presiden melaporkan bagaimana perkembangan negara menjelang kemerdekaan, dan ketiga bicara soal rencana pembangunan dari postur anggaran," kata Bayu.

Bayu menambahkan bahwa pidato tahunan sidang MPR ini penting untuk diketahui oleh masyarakat karena konstitusi Indonesia mengatur penyelenggaraan negara bukan hanya dilakukan oleh presiden, melainkan lembaga-lembaga tinggi negara.

"Kebijakan presiden juga tidak bisa berdiri sendiri, bergantung pada kewenangan DPR yang membutuhkan undang-undang dan sebagainya, persetujuan APBN, pengawasan, dan badan peradilan," kata Bayu.
 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019