Polri: Lima Provinsi Prioritas Pengamanan Pemilu

id Polri: Lima Provinsi Prioritas Pengamanan Pemilu

Jakarta, (Antara) - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memprioritaskan pengamanan pemilihan umum legislatif 2014 di lima provinsi yakni Aceh, Lampung, Sulawesi Tengah, Maluku dan Papua. "Kami memetakan itu supaya polisi tugasnya bisa lebih fokus, akan tetapi bukan berarti di wilayah lain tidak ada perhatian," kata Asisten Operasi Markas Besar Polri, Inspektur Jenderal Polisi Arif Wachyunadi, setelah menghadiri penyampaian seruan Pemilu Damai di Provinsi Aceh di Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jakarta, Kamis. Meski menetapkan lima provinsi yang menjadi wilayah fokus utama, Arif menegaskan bahwa pihaknya telah mengerahkan seluruh 31 Kepolisian Daerah (Polda) untuk menjalankan upaya pengamanan Pemilu 2014. "Sebab pengamanan pemilu menjadi salah satu program prioritas tahun ini, dengan mengerahkan 31 Polda di seluruh Indonesia ditambah satu satuan tugas di tingkat nasional," katanya. "Sebetulnya semua dari 31 wilayah polda itu prioritas, tetapi berdasarkan perkiraan intelijen maka supaya ada perhatian lebih kami ada lima fokus utama tadi," ujar Arif. Sementara itu, khusus untuk Aceh, Arif mengakui adanya peningkatan tindak kekerasan di provinsi Serambi Mekah tersebut. Berdasarkan data Polri pada 2009 selama masa menjelang Pemilu Legislatif sedikitnya terjadi 21 kasus kekerasan terkait pemilu, serta dua kasus lain yang berlangsung di antara pelaksanaan Pemilihan Presiden. "Sedangkan untuk 2014, Januari-Maret terjadi 19 kasus dan setelah tanggal 16 Maret-5 April terjadi lima kasus. Memang ada peningkatan," katanya. Data tersebut sedikit berselisih jika dibandingkan yang dikumpulkan Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). KontraS mencatat sedikitnya pada bulan Januari terjadi tiga kasus kekerasan, 11 kasus kekerasan di bulan Februari dan 27 kasus di bulan Maret, atau secara keseluruhan sepanjang Januari-Maret 2014 terjadi 41 kasus kekerasan. Dari 41 tersebut 26 kasus di antaranya berupa tindakan perusakan gedung ataupun atribut sebuah parpol. Sementara itu tercatat juga sembilan kasus penganiayaan, enam kasus intimidasi, enam kasus penembakan dan dua kasus penculikan. "Peristiwa-peristiwa tersebut telah membawa dampak negatif atas upaya pembangunan budaya bangsa dan negara yang demokratis," kata relawan KontraS Ferry Afrizal, yang juga membacakan seruan komisi tersebut untuk Pemilu Damai di Aceh. KontraS pada Kamis di kantornya di Jakarta, menyampaikan seruan agar Pemilu Legislatif 2014 dapat berlangsung damai dan tanpa kekerasan khususnya di Provinsi Aceh. "Atas nama solidaritas kemanusiaan kami sangat prihatin dengan maraknya berbagai bentuk kekerasan baik itu intimidasi, teror, penculikan, penembakan bahkan pembunuhan menjelang pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 di Provinsi Aceh," demikian pernyataan yang dibacakan Ferry. Di dalam seruan tersebut KontraS secara umum mengajak semua pihak untuk mendorong penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proses Pemilu 2014 dengan rincian empat poin utama. Pertama, KontraS menyerukan agar elit partai politik (parpol) peserta Pemilu Legislatif 2014 baik nasional maupun lokal untuk memberikan teladan yang baik dengan tidak menyampaikan pernyataan dan perkataan provokatif pada saat berlangsungnya kampanye. Kedua, KontraS menyerukan agar parpol nasional dan lokal yang berada di Aceh harus memberikan pembelajaran politik yang baik kepada para calon anggota legislatif, kader, simpatisan dan publik pada umumnya untuk tidak melakukan tindakan melawan hukum serta cara-cara kekerasaan selama masa kampanye. Kemudian ketiga, KontraS juga menyerukan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk mengungkat aktor intelektual di balik rentetan peristiwa kekerasan dan teror yang terjadi selama pelaksanaan Pemilu di Aceh. Sebagai seruan keempat, KontraS meminta dukungan Pemerintah dan DPR dalam upaya pengungkapan kebenaran dan keadilan yang sedang berjalan melalui Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan Penyelidikan Proyustisia, yang tengah dilakukan oleh Komisi Nasional HAM atas berbagai peristiwa pelanggaran HAM masa lalu yang terjadi di Aceh. (*/sun)