Pengunjuk Rasa Thailand Gelar Aksi, Pengiriman Kertas Suara Terhambat

id Pengunjuk Rasa Thailand Gelar Aksi, Pengiriman Kertas Suara Terhambat

Bangkok, (Antara/Reuters) - Pengunjuk rasa anti pemerintah menggelar aksi di Bangkok di hari terakhir demonstrasi menentang pemilihan umum Thailand yang akan dilaksanakan pada Minggu, sementara para petugas mengeluh pengiriman kertas suara telah dihambat. Pemerintah tetap pada rencananya untuk melaksanakan pemilu, meski pengunjuk rasa mengancam akan mengganggu pemungutan suara dan mencegah Partai Puea Thai yang dipimpin Perdana Menteri Yingluck Shinawatra kembali berkuasa. Pemimpin unjuk rasa Suthep Thaugsuban menyerukan agar blokade jalan dilakukan dengan damai, namun pada saat sama berjanji untuk tidak mencegah warga yang ingin memilih. Setiap pertumpahan darah akan semakin mengurangi kredibilitas pemungutan suara dan dilihat tidak mampu mengembalikan stabilitas di negara yang tengah terpecah itu. "Orang-orang tidak akan menutup tempat pemungutan suara, namun akan berunjuk rasa di jalanan. Mereka akan berdemonstrasi dengan tenang, damai, tanpa kekerasan ... Kami tidak akan melakukan sesuatu yang bisa menghambat orang pergi memilih," kata Suthep pada Jumat malam. Sekretaris Jendral Komisi Pemilihan Umum Puchong Nutrawong mengatakan persiapan pemilu sudah hampir 100 persen selesai di provinsi-provinsi di utara, timurlaut dan tengah, namun ada masalah pendistribusian kertas suara ke Bangkok serta 12 provinsi di selatan karena diblokir oleh para pengunjuk rasa. KPU menginstruksikan stafnya untuk menunda pemungutan suara jika terjadi kerusuhan atau kekerasan. "Kami tidak ingin pemilu ini menjadi peristiwa berdarah. Kami bisa melibatkan semua institusi agar pemilu tetap berlangsung, namun jika terjadi pertumpahan darah, apa yang kita dapat?" kata Puchong kepada Reuters. "Jika masih ada hambatan, saya hanya berdoa tidak ada bentrokan dan tidak ada kudeta." Sejauh ini pihak militer masih tidak memihak siapapun, berbeda dengan apa yang terjadi dulu - dengan sejarah upaya kudeta sebanyak 18 kali dalam 81 tahun perjalanan demokrasi. Tantangan Hukum Para pengunjuk rasa mulai menggelar aksi jalanan pada November dalam episode terbaru konflik delapan tahun yang menghadapkan kelas menengah Bangkok, penduduk wilayah selatan dan pendukung kerajaan dengan warga wilayah pedalaman yang merupakan pendukung Yingluck dan saudaranya, mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra yang dijatuhkan dalam kudeta pada 2006. Oposisi utama Partai Demokrat yang mendukung unjuk rasa anti-pemerintah memboikot pemilu, yang sudah hampir pasti dimenangi oleh partai Yingluck. Namun demikian jumlah anggota parlemen tidak akan memenuhi kuorum, sehingga akan memperpanjang kebuntuan, meski pemilu berjalan dengan damai. Anggota KPU Somchai Srisutthiyakorn dalam akun Facebooknya menuliskan mengenai kemungkinan pemilu akan dibatalkan. "Setelah pemilu 2 Februari, akan ada yang mengajukan tuntutan hukum agar pemilu dianulir segera, dengan mengemukakan berbagai alasan seperti pemilu yang harus dilakukan dalam satu hari jika tidak ingin melanggar konsitusi. Ini artinya dana 3,8 miliar baht (115 juta dolar) yang telah dikeluarkan akan sia-sia," tulis Somchai. Puchong mengatakan KPU telah melakukan yang terbaik untuk menaati hukum dan mengenai kemungkinan pemilu dianulir, pengadilanlah yang akan memutuskan. Banyak pengunjuk rasa yang mengenakan baju merah yang menjadi warna baju pendukung Yingluck, dalam aksi pada Sabtu, setelah Suthep mengatakan tidak ada seorangpun berhak membajak sebuah warna. Sementara itu menurut laporan media yang belum bisa dikonfirmasikan, sebuah bahan peledak dilemparkan di dekat kawasan Pecinan, namun tidak ada korban. Menurut data Erawan Medical Center yang memantau rumah sakit di Bangkok, 10 orang tewas dan setidaknya 577 cidera dalam kekerasan politik sejak akhir November. Pengunjuk rasa berkemah di persimpangan-persimpangan utama di kota itu serta memblokade jalan-jalan utama, menutup paksa TPS di 49 dari 50 distrik di Bangkok pekan lalu. Pemungutan suara hanya bisa dilakukan di tiga dari 15 provinsi di selatan. Beberapa pemilih ditarik keluar dari TPS. Suthep ingin melepaskan negara tersebut dari pengaruh politik keluarga Shinawatra dan menuding Yingluck yang mulai berkuasa pada 2011 hanya menjadi boneka Thaksin. Pengunjuk rasa mengatakan Thaksin merupakan kapitalis korup yang mempimpin negara dengan demokrasi yang masih rapuh itu, menggunakan uang pembayar pajak untuk membeli suara dengan kebijakan-kebijakan populisnya. Thaksin memilih tinggal di luar negeri sejak 2008 untuk menghindari hukuman penjara atas dakwaan korupsi. Thaksin ataupun sekutunya memenangi setiap pemilu sejak 2001. Para pendukungnya mengatakan ia merupakan pemimpin politik Thailand pertama yang memenuhi janji kampanyenya untuk membantu orang miskin. Suthep ingin membentuk sebuah "dewan rakyat" yang terdiri atas orang-orang penting sebelum pemilu dilaksanakan. Kerusuhan yang berkelanjutan tersebut telah merugikan sektor pariwisata dan bank sentral Thailand mengatakan pertumbuhan ekonomi kemungkinan tahun ini hanya akan tercatat sebanyak 3 persen, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebanyak 4 persen. (*/sun)