Parik Malintang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Padang Pariaman, Sumatera Barat menggelar Maulid 'Gadang' atau besar pada 16 sampai 18 Oktober sehingga memperkuat sejumlah tradisi Islam khususnya aliran Syatariah yang telah lama dipertahankan masyarakat setempat sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTbI).
"Ini pertama dilaksanakan (untuk tingkat kabupaten) namun mendapatkan respon positif dari masyarakat sehingga banyak yang memberikan jamba (makanan) dan sedakah untuk kegiatan," kata Bupati Padang Pariaman John Kenedy Azis saat penutupan Maulid Gadang di Parik Malintang, Sabtu.
Ia mengatakan maulid dimaksudkan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan oleh umat Islam di masjid dan musala semenjak Islam berkembang di daerah itu setiap 12 Rabiul Awal.
Di Padang Pariaman kegiatan tersebut dilaksanakan selama tiga bulan berikutnya dengan berbagai rangkaian kegiatan mulai dari 'malamang' atau membuat lemang, badikia dengan membacakan 'sarafal anam' atau lantunan selawat dan pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW, hingga 'santok' atau memakan hidangan dalam 'jamba' secara bersama-sama.
Namun pemerintah daerah setempat belum mengemasnya menjadi sebuah kegiatan besar agar tradisi yang berkembang ratusan tahunan itu lebih dikenal oleh masyarakat luas.
"Sebenarnya kami ingin melaksanakan Maulid Gadang ini pada 12 Rabiul Awal, namun ulama-ulama yang akan mengisi kegiatan telah memiliki jadwal di masjid dan musala untuk maulid," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya pada tahun-tahun berikutnya Pemkab Padang Pariaman memastikan pelaksanaan kegiatan itu diselenggarakan bertepatan dengan 12 Rabiul Awal serta diisi dengan berbagai kegiatan tambahan tanpa meninggalkan nilai yang dibawa tradisi tersebut.
Setidaknya tradisi lokal yang masuk ke dalam WBTbI dan dilaksanakan dalam Maulid Gadang yaitu di antaranya malamang, maulid nabi, dan 'bungo lado'.
Malamang yaitu kegiatan solidaritas warga membuat makanan yang bahannya dari ketan dan santan serta menggunakan wadah bambu.
Sedangkan 'bungo lado' yaitu uang yang digantung di ranting dimaksudkan semangat umat Islam menyedekahkan hartanya untuk kelancaran peringatan hari kelahiran nabi yang diistimewakan dalam Islam tersebut.
Sementara itu, salah seorang tokoh agama setempat Syafrizal Efendi Tuangku Bagindo mengatakan Padang Pariaman memiliki banyak kerifan lokal baik budaya maupun agama yang berkembang secara turun-temurun.
"Nah, maulid nabi ini telah dikembangkan secara turun-temurun semenjak Syekh Burhanudin membawa Islam," ujarnya.
Ia menyampaikan Maulid Nabi Muhammad di Padang Pariaman menujukkan kebersamaan, menumbuhkan jiwa sosial, serta partisipasi dalam pembangunan masjid dan musala sehingga menjadi momentum bagi masyarakat untuk melanjutkan pembangunan rumah ibadah umat Islam tersebut.
"Kegiatan yang dilaksanakan Pemkab ini bisa mempertahankan budaya Islam di Padang Pariaman dan menjawab pertanyaan orang-orang di luar daerah tentang apa itu malamang, badikia, dan jamba," tambahnya.
