Agam (ANTARA) - Tokoh Adat di sekitar lereng Gunung Marapi tepatnya di Nagari (Desa) Lasi, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam menyepakati larangan perburuan atau penangkapan lima jenis burung langka.
Kesepakatan itu diputuskan melalui penetapan Sumpah Adat Buek Arek Niniak Mamak (Keputusan Bulat Pemimpin Adat) daerah setempat.
Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Lasi, AKBP Jamalul Ihsan Datuak Sati, Rabu (15/10) menjelaskan inti dari keputusan larangan total bagi masyarakat untuk menangkap, memikat (mamikek), berburu (baburu), hingga menembak lima jenis burung langka.
Kelimanya adalah Burung Murai, Anggang, Mantilau, Barau-barau, dan Burung Hantu di seluruh kawasan Nagari Lasi yang berada di sisi timur Gunung Marapi.
"Ini adalah upaya untuk menjaga kelestarian alam dan menghindari punahnya binatang yang sudah mulai langka," tegas Jamalul Datuak Sati.
Ia mengatakan bahwa populasi satwa ini kian terancam, menjadikan perlindungan adat sebagai benteng terakhir demi keberlangsungan hidup mereka.
Keputusan ini bukan sekadar aturan, melainkan sumpah adat yang secara tegas menlarang penangkapan dan perburuan lima jenis burung langka di seluruh wilayah nagari.
"Akan ada sanksi adat bagi siapapun yang melanggar. Burung tangkapan dilepas dan perlengkapan disita oleh parik paga, baru dikembalikan setelah dijemput oleh mamak nya," kata Datuak Sati.
Langkah monumental ini, yang berakar pada kearifan lokal sebelumnya diikrarkan dan disepakati dalam musyawarah di Medan Nan Bapaneh Perumahan Balai pada 4 Oktober 2025 lalu.
Hasil kesepakatan bersejarah ini akan diluncurkan secara resmi pada Minggu, 19 Oktober 2025, di Balai Adat Nagari Lasi, ditandai dengan pelepasan sejumlah burung langka sebagai simbol komitmen abadi.
Wali Nagari Lasi, Adrizal Gindo Sutan bersama tokoh adat lainnya berharap aturan kuat ini menumbuhkan kepatuhan kolektif.
"Diharapkan ekosistem Nagari Lasi akan tetap seimbang dan menjadi rumah yang aman bagi berbagai jenis satwa, termasuk burung-burung langka tersebut," ujar Adrizal.
Pihak Nagari juga akan merekomendasikan aturan adat ini dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar untuk penerapannya.
