Bukittinggi (ANTARA) - Haji Usmar Ismail dianugerahi menjadi Pahlawan Nasional di 2021, kini namanya diabadikan sebagai nama sebuah ruas jalan di pusat Kota Bukittinggi tempat kelahirannya pada tahun 1921 silam.
Posisi jalan yang menjadi simbol penghargaan untuk pengabdian Usmar Ismail sangat strategis, persis di depan Kantor DPRD Bukittinggi, di seberang jalan Tugu Pahlawan Tak Dikenal yang berdekatan dengan Monumen Jam Gadang.
Peresmian nama jalan Haji Usmar Ismail dilakukan oleh Menteri Kebudayaan yang juga asal Minangkabau, Fadli Zon. Ia tidak sendirian, ada Wakil Mendagri Bima Arya dan disaksikan 24 kepala daerah pemerintah kota di Indonesia yang hadir bertepatan di momen Musyawarah APEKSI di Bukittinggi.
"Kita tahu bahwa Usmar Ismail adalah tokoh besar, karyanya banyak sekali sejak 1950 bahkan syuting pertamanya di 30 Maret dijadikan sebagai Hari Film Nasional," kata Fadli Zon saat meresmikan, Selasa (29/4).
Dengan nama jalan terbaru di Bukittinggi ini Menbud berharap masyarakat bisa lebih mengenal sosok Usmar Ismail, khususnya di kalangan generasi muda.
"Agar masyarakat bisa lebih mengenal kembali siapa itu Usmar Ismail yang banyak memberi inspirasi perjuangan. Saya minta Pemkot Bukittinggi lebih informatif menyampaikan sosok Usmar Ismail dan pahlawan nasional lainnya," kata Fadli Zon.
Ia mengatakan Usmar Ismail adalah seorang budayawan serta penulis handal dengan membawa pesan cerita luar biasa sejak 1950 hingga 1970.
"Selama 20 tahun telah banyak karya yang ditulis Usmar Ismail. Ia juga melahirkan penulis, produser dan sutradara handal hingga saat ini," kata Fadli Zon.
Kementerian Kebudayaan juga berupaya mendokumentasikan kembali hasil karya Usmar Ismail sebagai penyelamatan artefak budaya.
"Sebagian karya Usmar Ismail sudah direstorasi dan didigitalisasi seperti Darah dan Doa, Tiga Dara dan Lewat Jam Malam. Semua adalah National Treasure yang tidak bisa diulang namun bisa diselamatkan," ujar Menbud.
Walikota Bukittinggi M Ramlan Nurmatias mengatakan, sosok Usmar Ismail patut menjadi teladan bagi generasi muda Bukittinggi.
“Bagi kami pribadi dan masyarakat kota Bukittinggi, sosok Usmar Ismail yang dengan latar belakang dari keluarga terdidik dan memiliki ragam talenta pada diri beliau, patut menjadi teladan bagi generasi muda Bukittinggi, ini sejalan dengan misi pengembangan sumber daya manusia Bukittinggi yang berdaya saing global, berakhlak, dan berbudaya,” kata Ramlan.
Ramlan Nurmatias menegaskan pemerintah daerah segera melakukan upaya mengenalkan kembali Usmar Ismail yang diawali dari kalangan pelajar.
"Kami siasati dengan perlombaan cerita tentang Usmar Ismail di satuan pendidikan agar mudah mengenalkan Pahlawan Nasional dari Bukittinggi ini," kata Ramlan.
"Dasar peresmian Jalan Usmar Ismail Kota Bukittinggi diawali dulunya di jalan ini adanya gedung kesenian dan tiga bioskop di sekitarnya. Panjang jalan Usmar Ismail sekitar 150 meter yang berada di tengah kota persisnya di depan Kantor DPRD Bukittinggi," tambah Ramlan.
Mewakili keluarga, Heidy Hermia Ismail, anak keempat Usmar Ismail mengungkapkan apresiasi dengan insiatif pemberian nama Usmar Ismail sebagai nama jalan di Bukittinggi.
“Peresmian nama jalan ini adalah peristiwa yang sangat berharga bagi keluarga besar Usmar Ismail. Apalagi Kota Bukittinggi merupakan Kota pertama di Indonesia yang meresmikan nama Jalan Haji Usmar Ismail dengan etika yang santun serta lewat surat persetujuan keluarga. Kami sangat menghargai itu,” ungkap Heidy.
Pemberian nama Jalan Haji Usmar Ismail diusulkan pertama kali oleh sutradara film Indonesia, Arief Malinmudo melalui surat resmi pengusulan nama jalan kepada Pemerintah Kota Bukittinggi pada tanggal 7 maret 2025.
Inisiatif itu disambut baik oleh Wali Kota Bukittinggi H. M Ramlan Nurmatias yang saat itu baru saja dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara.
Jalan Haji Usmar Ismail ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Walikota Bukittinggi nomor 188.45.68-2025 tanggal 18 Maret 2025.
Sebelum ditetapkan, serangkaian prosedur administratif dan kajian dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah mulai dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Bagian Tata Pemerintahan, Dinas terkait lainnya serta tokoh adat dan ulama serta dipertegas dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bukittinggi.
“Percakapan tentang idealisme Usmar Ismail tidak akan pernah habis untuk dikupas. Ke depan kita semua berharap di kota Bukittinggi berdiri sebuah Museum Film Usmar Ismail yang dapat menjadi pusat studi literasi bagi para generasi selanjutnya baik dari kalangan pembuat film, mahasiswa, kajian budaya maupun seni untuk dapat melihat lebih dalam jendela pemikiran pahlawan nasional, Usmar Ismail," kata Arif Malin Mudo yang merupakan sutradara dari Film Surau dan Silek.
Riri Riza selaku kurator pameran 100 Tahun Usmar Ismail di Bukittinggi mengungkapkan, penghormatan terhadap tokoh kebudayaan dan pahlawan nasional Usmar Ismail (1921-1970) melalui pengabadian nama di jalan utama di kota kelahirannya adalah inisiatif yang sangat signifikan artinya bagi kehidupan bangsa kita hari ini.
“Gagasan ini akan mempromosikan nilai kebudayaan dan peran sejarah sang tokoh dalam kehidupan keseharian warga. Bukittinggi tidak hanya terhubung dengan sejarah nasional Indonesia melalui tokoh-tokoh yang lahir di sini, namun ia juga adalah kota indah dengan peluang wisata budaya, kota yang secara langsung dan tidak mempengaruhi pemikiran dan karya Usmar Ismail. Hingga hari ini, karya-karya film, teater dan sastra Usmar Ismail mendapat pengakuan luas baik di Indonesia maupun secara Internasional. Kita patut bersyukur dengan rangkaian inisiatif individu, komunitas untuk terus mengenang karyanya dalam beberapa tahun terakhir," kata Riri Riza menjelaskan.
Usmar Ismail lahir di Bukittinggi, 20 Maret 1921 dari pasangan H. Ismail Dt Mangguang dan Ibunda Fatimah Zahra.
Usmar Ismail memulai pendidikan di Surau, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di HIS Batusangkar dan pendidikan menengah di MULO Padang.
Untuk pendidikan tinggi, Usmar Ismail melanjutkan ke AMS jurusan Kebudayaan Timur di Yogyakarta dan melanjutkan studi setelah rilis film pertama Darah dan Doa ke Universitas California Los Angeles di Amerika Serikat lewat program beasiswa.
Usmar Ismail telah melahirkan berbagai karya antara lain Lewat Jam Malam, Tiga Dara, Harimau Tjampa, Enam Jam di Jogja, Tamu Agung.
Film pertama yang disutradarai Usmar Ismail, Darah dan Doa (1950), merupakan film nasional pertama dan menjadi tonggak sejarah perfilman tanah air.
Film Darah dan Doa mulai diproduksi pada 30 Maret 1950. Tanggal 30 Maret kemudian ditetapkan dan dirayakan oleh insan perfilman tanah air sebagai Hari Film Nasional.
Pameran 100 Tahun Usmar pada 20 – 30 Maret 2021 di Bukittinggi. Pameran ini berawal dari perbincangan antara dua sutradara film Indonesia Arif Malinmudo, Lisa Bona dan Riri Riza.
Riri Riza adalah sutradara kenamaan Indonesia yang telah melahirkan banyak karya yang dikenal seperti , Petualangan Sherina (2000 ), Gie ( 2005 ), Laskar Pelangi (2008).Arief Malinmudo, penulis skenario dan sutradara Indonesia kelahiran Bukittinggi yang telah melahirkan film Surau dan Silek ( 2017 ), Liam dan Laila ( 2018 ), serta film Perjalanan Pertama ( 2022 ).
Sementara itu, Lisa Bona Rahman merupakan seorang aktivis dan arsiparis film yang berdomisili di Jerman.
Tiga tokoh ini kemudian menjadi kurator Pameran 100 Tahun Usmar dengan riset yang berlangsung beberapa bulan. Mulai dari proses pengumpulan data, pemilihan sudut pandang, serta proses interview dengan pihak keluarga Usmar Ismail, salah satunya dengan Prof Muhammad Alwi Dahlan yang merupakan kemenakan kandung Usmar Ismail dan satu-satunya narasumber yang sempat berkarya bersama Usmar Ismail.
Dan Departemen artistik pameran ini dirancang oleh Rangga Maulana Koto, seorang perupa yang pernah terlibat sebagai penata artistik film layar lebar.
Kegiatan ini merupakan titik awal peringatan satu abad Usmar Ismail yang dirancang dari Bukittinggi hingga Makassar yang melibatkan komunitas dari tiga regional tersebut yakni Sako Academy (Bukittinggi), Yayasan Cipta Citra (Jakarta), dan Rumata Artspace (Makasar).
Pameran Usmar di Bukittinggi adalah tajuk yang diberikan. Lokasi pameran hybrid, dalam ruangan pada sebuah kedai kopi dan pada ruang publik dalam bentuk mural di Janjang 40 Bukittinggi dan sebuah tikungan jalan di depan museum perjuangan Tri Daya Eka Darma.
Pada tanggal 20 Maret 2021 pameran tersebut dibuka oleh dua orang anak kandung alm Haji Usmar Ismail yakni Neredin Ismail dan Heidy Hermia Ismail didukung oleh Direktorat Perfilman Musik dan Media Kemendikbud.
Tujuan dari pameran ini adalah untuk menyampaikan kepingan pemikiran Usmar muda kepada generasi muda yang melihat pameran yang berlangsung hampir satu bulan.
Materi pameran berupa foto, cuplikan naskah sandiwara, puisi , kartu pos serta resensi tiga filmmaker melihat karya usmar yang diwakili oleh Dian Sastro Wardhoyo yang “membaca” film Tiga Dara, Riri Riza mengupas film Lewat Djam Malam, dan Arief Malinmudo yang menganalisa film Harimau Tjampa.
Selain pameran, di Bukittinggi juga diadakan Seminar Nasional Se-Abad Usmar Ismail yang dilaksanakan atas kolaborasi Sako Academy dengan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.
Pameran yang 100 Tahun Usmar Ismail akhirnya berkeliling pada bulan Oktober 2021 di kota Padang tepat pada 10 November saat Haji Usmar Ismail dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden RI Nomor 109/TK/TH 2021 tanggal 25 Oktober 2021.
Sejak saat itu, dalam periode 2022 – 2023 aset pameran se-abad Usmar Ismail mulai berkeliling dari Padang Panjang hingga ke Medan.
Upaya memperkenalkan Pemikiran Usmar Ismail di Bukittinggi terus dilakukan sehingga mengetuk intellectual coriusity para mahasiswa antar disiplin ilmu ; film, sejarah, budaya, sosial yang hadir dalam forum Public Lecture Sako Academy dengan dukungan Direktorat Perfilman Musik dan Media Kemendikbud dengan menghadirkan narasumber Hasril Chaniago, seorang sejarawan dan penulis.
Heidy Hermia Ismail selaku Founder Usmar Ismail Cinema Society dan Riri Riza yang mengkaji “Aktualitas Karya Usmar Ismail dalam Sinema Global dan Periode Transisi Politik serta Kebudayaan”.
Peringatan Hari Film Nasional dengan tajuk “Putar Film Usmar di Kota Kelahiran” juga menayangkan film Djendral Kantjil (1958), sebuah film anak anak yang merupakan pengembangan cerpen yang ditulis oleh Prof Alwi Dahlan (Kemenakan Kandung Usmar Ismail) semasa masih duduk di Sekolah Raja (sekarang SMA 2) Bukittinggi.
Pada bulan Ramadhan di kala itu, para peserta juga diajak melakukan lawatan sejarah ke lokasi objek pameran seabad usmar di Janjang 40 Bukittinggi yang masih terjaga sampai hari ini, serta ke SMA 2 Bukittinggi sebagai tapak sejarah bahwa Ismail Datuak Mangguang, ayahanda dari Usmar pernah mengajar bahasa melayu di Kweek School tersebut, bersamaan dengan Usmar Ismail lahir di Bukittinggi.
Serangkaian program tersebut juga menyentuh hati Fadia Ayesha Ismail, anak kelima Usmar Ismail yang turut hadir mewakili Usmar Ismail Cinema Society.