Pertagas: Semua Pipa Gas Sudah "Open Access"

id Pertagas: Semua Pipa Gas Sudah "Open Access"

Pertagas: Semua Pipa Gas Sudah "Open Access"

Pipa gas. (Antara)

Jakarta, (Antara) - Direktur Utama PT Pertamina Gas (Pertagas) Hendra Jaya mengungkapkan semua pipa gas miliknya sudah menerapkan skema pemakaian bersama (open access) sesuai amanat Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009. "Pipa kami telah 'open access'. Termasuk pula pipa yang sedang dikerjakan," kata Hendra Jaya di Jakarta, Senin. Ia mengatakan pihaknya siap menjalankan kebijakan pemerintah tersebut. "Kami mendukung 'open access' karena akan memberikan kemudahan pengguna akhir mendapatkan gas dengan harga yang terjangkau dan 'reasonable'," ujarnya. Hendra mencontohkan proyek pipa gas ruas Arun, Aceh hingga Belawan, Medan sepanjang 345 km yang kini tengah dikerjakan dan direncanakan beroperasi Oktober 2014 akan menerapkan "open access". Pipa tersebut akan mengalirkan gas dari terminal gas Arun, yang juga tengah dikerjakan dengan target operasi November 2014, ke industri dan pembangkit listrik di Medan dan sekitarnya. Lalu, pipa ruas Semarang, Jateng menuju Gresik, Jatim sepanjang 270 km yang akan dibangun juga memakai skema "open access". Demikian pula pipa ruas Wunut-Ngoro di Jatim sepanjang 16 km, Grati (Jatim) 45 km, serta Belawan ke kawasan industri di Medan 138 km dan ke kawasan ekonomi khusus Sei Mangke, Sumut 18,5 km. "Semua pipanya memakai 'open access'," katanya. Sesuai Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa, skema "open access" sudah diterapkan Oktober 2011, namun Kementerian ESDM sudah memperpanjangnya hingga Oktober 2013. Sementara itu Deputi Pengendalian Komersial Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan penerapan "open access" akan menguntungkan karena bisa menekan harga gas di konsumen akhir. "Skema 'open access' ini membuat bisnis gas lebih efisien dibanding harus membangun pipa baru," katanya. Menurut dia, jika tidak ada pipa yang tersedia, maka harus membangun pipa baru. Pembangunan pipa baru, lanjutnya, bisa memakai sistem "dedicated" hulu yang artinya sekaligus dibangun kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Dengan sistem itu, maka biaya pembangunan pipanya memakai mekanisme "cost recovery" (dikembalikan negara). Sistem kedua adalah "dedicated" hilir yang berarti dibangun pembelinya dan tanpa cost recovery. "Dua sistem ini akan meningkatkan harga gas di konsumen akhir," katanya. Namun jika memakai "open access", lanjut dia, maka pengaliran gas hanya membayar ongkos angkut (toll fee) yang ditentukan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). "Biayanya tidak akan semahal jika buat investasi pipa baru," katanya. Widhyawan juga mengatakan, pihaknya berkepentingan memonetisasi gas bumi, sehingga memerlukan pipa untuk disalurkan ke konsumen akhir. Sebelumnya, Kepala BPH Migas Andy N Sommeng mengatakan kebijakan "open access" menguntungkan semua pihak karena bisnis gas akan berjalan adil dan akuntabel. Ia mengatakan konsumen akhir gas seperti industri dan pembangkit listrik akan mendapat keuntungan dari kepastian pasokan. Kemudian, pemilik pipa seperti PT PGN Tbk dan PT Pertagas akan memperoleh tambahan pendapatan melalui "toll fee" karena pipa terpakai dengan maksimal, sehingga menjamin pengembalian investasi. Selanjutnya, pedagang (trader) gas akan berkompetisi secara sehat baik dalam mencari pasar maupun sumber pasokan gas, sehingga bisnis menjadi "fair" dan mencegah praktik percaloan. Demikian pula, pemasok gas yakni KKKS akan mendapat harga gas terbaik dengan "open access". BPH Migas sudah menyurati Ditjen Migas Kementerian ESDM untuk menjalankan kebijakan "open access" tersebut. (*/jno)