Akademisi soroti sejumlah isu gerakan sosial terkait tenurial
Jakarta (ANTARA) - Akademisi Universitas Indonesia (UI) Suraya Afiff menyebut terdapat beberapa tantangan dalam gerakan sosial terkait tenurial, termasuk yang ingin memperlemah gerakan dengan beragam cara.
"Biasa di dalam persoalan tenurial, isu-isu tenurial dalam mempertahankan hak-hak tanah, seringkali memang kemudian pihak-pihak yang ingin memperlemah gerakan," kata Suraya Afiff dalam diskusi daring yang diikuti dari Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan bahwa dalam membangun suatu gerakan sosial terutama menyangkut isu seperti tenurial atau konflik lahan bisa berpotensi terdapat pihak yang ingin memperlemah gerakan itu melalui beragam cara termasuk membayar pemimpin gerakan.
Gerakan sosial sendiri merupakan aksi kolektif dari sejumlah orang yang memperjuangkan suatu isu dengan ruang lingkup yang bisa sangat lokal. Sifatnya bisa berkesinambungan atau bahkan ada yang naik turun dan kemudian hilang.
Dalam isu terkait tenurial yang terjadi di Indonesia, menjaring pemimpin gerakan dengan uang atau posisi kerja dapat memengaruhi sikap masyarakat secara umum. Apalagi jika pemimpin gerakan tersebut merupakan tokoh masyarakat.
Gerakan sosial sendiri sangat dipengaruhi dengan relasi sosial di tingkat lokal, di mana posisi di dalam struktur sosial sebuah komunitas dapat mempengaruhi pihak lain dalam membangun aliansi sebuah gerakan.
Selain itu terdapat juga potensi keberadaan penumpang gelap atau free rider suatu gerakan, yang disebut akademisi Departemen Antropologi UI itu sebagai pihak yang ingin mendapatkan manfaat meski tidak ikut mempromosikan atau terlibat dalam gerakan tersebut.
"Persoalan free riding ini sangat krusial di dalam gerakan sosial. Jadi gimana caranya membuat semua orang yang punya kepentingan dan berdampak itu ikut serta mendukung, tidak harus protes ke jalan tapi mendukung berbagai cara," jelasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi UI soroti sejumlah isu gerakan sosial terkait tenurial
"Biasa di dalam persoalan tenurial, isu-isu tenurial dalam mempertahankan hak-hak tanah, seringkali memang kemudian pihak-pihak yang ingin memperlemah gerakan," kata Suraya Afiff dalam diskusi daring yang diikuti dari Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan bahwa dalam membangun suatu gerakan sosial terutama menyangkut isu seperti tenurial atau konflik lahan bisa berpotensi terdapat pihak yang ingin memperlemah gerakan itu melalui beragam cara termasuk membayar pemimpin gerakan.
Gerakan sosial sendiri merupakan aksi kolektif dari sejumlah orang yang memperjuangkan suatu isu dengan ruang lingkup yang bisa sangat lokal. Sifatnya bisa berkesinambungan atau bahkan ada yang naik turun dan kemudian hilang.
Dalam isu terkait tenurial yang terjadi di Indonesia, menjaring pemimpin gerakan dengan uang atau posisi kerja dapat memengaruhi sikap masyarakat secara umum. Apalagi jika pemimpin gerakan tersebut merupakan tokoh masyarakat.
Gerakan sosial sendiri sangat dipengaruhi dengan relasi sosial di tingkat lokal, di mana posisi di dalam struktur sosial sebuah komunitas dapat mempengaruhi pihak lain dalam membangun aliansi sebuah gerakan.
Selain itu terdapat juga potensi keberadaan penumpang gelap atau free rider suatu gerakan, yang disebut akademisi Departemen Antropologi UI itu sebagai pihak yang ingin mendapatkan manfaat meski tidak ikut mempromosikan atau terlibat dalam gerakan tersebut.
"Persoalan free riding ini sangat krusial di dalam gerakan sosial. Jadi gimana caranya membuat semua orang yang punya kepentingan dan berdampak itu ikut serta mendukung, tidak harus protes ke jalan tapi mendukung berbagai cara," jelasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi UI soroti sejumlah isu gerakan sosial terkait tenurial