Pefindo: Gejolak Pasar Dorong Pendapatan Sekuritas Turun

id Pefindo: Gejolak Pasar Dorong Pendapatan Sekuritas Turun

Jakarta, (Antara) - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memperkirakan gejolak pasar modal di dalam negeri akan mendorong pendapatan perusahaan sekuritas tahun ini cenderung turun. "Gejolak di pasar modal akan berdampak pada penurunan volume transaksi 'brokerage' (perantara efek) dan aktivitas 'investment banking' (IB), serta pelemahan nilai pasar dari 'proprietary trading', kondisi itu dampaknya akan terasa pada pendapatan sekuritas," ujar Senior Vice President Financial Institutions ratings Pefindo, Hendro Utomo di Jakarta, Kamis. Ia mengatakan investor cenderung menurunkan aktifitas transaksinya seraya "wait and see" terhadap arah dan perkembangan pasar keuangan. Ia menambahkan sekuritas yang memiliki bisnis "investment banking" (IB), selaku penyedia jasa keuangan melalui penjaminan emisi saham dan obligasi (underwriting) juga diperkirakan mengalami hal sama. "Gejolak pasar akan memicu perusahan menunda untuk melakukan penawaran umum, baik saham maupun obligasi, sehingga pendapatan sekuritas yang memiliki divisi 'investment banking' akan mengalami penurunan pendapatan karena ada 'fee' yang tertunda," ujarnya. Direktur Pemeringkatan, Vonny Widjaja menambahkan gejolak pasar modal Indonesia itu seiring dengan kondisi makro ekonomi nasional yang kurang kondusif. "Ekonomi yang kurang kondusif itu mendorong naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) sebesar 50 basis poin menjadi tujuh persen," katanya. Naiknya BI rate, menurut dia, berpotensi mengurangi pendapatan perusahaan yang bergerak di sektor jasa keuangan seperti perbankan, pembiayaan dan sekuritas dikarenakan marjin perusahaan akan menurun. Selain itu, lanjut dia, ekonomi yang kurang kondusif juga akan menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan menyebabkan biaya produksi perusahaan terutama berbasis impor mengalami peningkatan. "Perusahaaan yang bahan bakunya impor akan mengalami kenaikan biaya produksi seperti farmasi dan otomotif," kata dia. Pasalnya, lanjut dia, industri itu membutuhkan bahan baku yang tidak tersedia di dalam negeri sehingga mengharuskan perusahaan melakukan impor. Meski demikian, lanjut dia, tekanan rupiah dapat dijadikan momentum bagi perusahaan yang memiliki basis ekspor. (*/jno)