Paulus Yohanes: Otsus Papua Perlu Dikaji

id Paulus Yohanes: Otsus Papua Perlu Dikaji

Jayapura, (Antara) - Senator asal Papua Paulus Yohanes Sumino berpendapat jika pemerintah provinsi paling timur Indonesia itu ingin menerapkan Otonomi Khusus (Otsus) Plus maka hal tersebut perlu dikaji secara mendalam oleh pihak akademisi. "Draf UU Otsus Plus Papua itu difotokopi dari Aceh dan isinya masih tentang daerah tersebut. Itu tidak boleh terjadi! Karena apa? Draf UU itu seharusnya didahului dengan kajian akademik," kata anggota DPD RI asal Papua Paulus Yohanes Sumino kepada Antara di Jayapura, Senin. Ia mengatakan jika dengan cara menjiplak, mengutip atau meng-copi dari UU Aceh maka hal itu sudah sangat keliru. "Bukan dengan cara menjiplak, itu sudah keliru dan tidak boleh terjadi. Dari azas drafting-nya itu sangat keliru, dan tidak boleh terjadi," katanya. Mantan anggota DPR Papua itu menegaskan bahwa kekeliruan akan terjadi dan jika hal tersebut dipaksakan maka akan timbul pertentangan di tengah masyarakat Papua. "Maka itu saya ulangi bahwa perubahan dari pasal UU itu harus didasarkan pada kajian akademik. Itu harus dikaji sendiri. Nah, kalau diambil dan difotocopi dari UU lain, apa lagi dari Aceh, itu sangat keliru. Di sana, terkutip juga nuansa islami. Ini sangat tidak cocok dengan Papua. Kalau di Papua harusnya lebih dekat dengan nuansa Kristiani atau yang netral, gitu kan?" katanya. "Bagaimana Papua mau diciptakan nuansan islami? Itu nanti bisa jadi pertentangan di tengah rakyat, ini tidak boleh terjadi. Saya pikir kesalahan di dalam drafting saja dalam penyusunan draf itu," sambungnya. Ketika disinggung apakah DPD RI, terutama anggota yang berasal dari Papua, setuju dengan usulan Otsus Plus? Paulus Sumino menyampaikan bahwa istilah plus itu sebenarnya tidak ada. "Sebenarnya untuk istilahnya tidak ada masalah. Pakai istilah plus atau apa, tapi saya pikir dalam UU itu kata Plus tidak ada. Dalam sistem perundang-undangan kita, kata Plus itu tidak ada. Dalam konteks politik boleh-boleh saja, tetapi dalam sebuah judul UU itu saya pikir tidak perlu dilakukan apa yang diplus-kan? Apa yang diplus-kan, saya pikir harus dijelaskan dan dirumuskan dalam pasal-pasal yang tercantum di dalamnya," katanya. Karena itu, menurutnya, kekurangan yang terjadi pada UU Otsus pada waktu lalu harus dipertegas dan diperjelas termasuk berbagai pikiran dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta kajian yang dilakukan oleh Universitas Cenderawasih (Uncen) perlu dipertimbangkan. "Saya pikir kerangka pikiran dari Presiden dan juga diambil dari kajian-kajian atau masukan dari Uncen yang masuk di situ tentu menutup kekurangan-kekurangan yang ada di dalam UU Otsus yang lalu. Apa yang kurang? Yang kurang adalah banyak atau beberapa pasal yang dulu tidak jelas, tidak tegas, perlu dipertegas," katanya. "Kemudian dari aspek sasarannya lebih dipertajam. Kemarin prioritas kepada pendidikan dan kesehatan. Nah kalau sekarang mengejar kesejahteraan tentu aspek pengembangan ekonomi rakyat yang perlu lebih menjadi perhatian. Saya pikir itu yang ditekankan Presiden SBY guna mempercepat tercapainya kesejahteraan rakyat Papua," tambahnya. Terkait kesejahteraan, Paulus Sumino mengatakan bahwa hal itu harus dirumuskan degan baik dalam UU Otsus Plus. "Tentu untuk kesejahteraan tadi ekonomi harus jalan. Ketika ekonomi harus jalan, infrastruktur ekonomi juga harus menunjang. Nah, inilah yang saya pikir dapat dirumuskan apakah itu dengan kata plus atau tidak, terseralah. Tetapi dalam sistem perundangan kita, kata plus tidak dibutuhkan. Muatannya boleh, mau plus atau apa silahkan," katanya. Terkait UU Pemerintahan Papua yang diusulkan oleh Gubernur Lukas Enembe beberapa waktu lalu, Paulus Sumino menyarankan agar hal itu dipertimbangkan dengan baik. "Saya menyarankan, karena dalam UUD kita itu berbunyi bahwa konstitusi kita mengakui bentuk-bentuk pemerintahan yang bersifat istimewa dan khusus, mungkin kata-kata Otsus nya bisa dibuang, tetapi dalam kata-kata pemerintahan khusus itu sangat perlu," katanya. "Sekarang punya cantolan konstitusi dalam UUD 1945, negara mengakui pemerintahan yang bersifat khusus dan istimewa. Kalau otonomi khususnya boleh dibuang. Tetapi kalau pemerintahan khusus Papua itu saya kira tepat. Pikiran gubernur itu saya kira sangat konstitusional sejauh mencantolnya pada UUD 1945," ucapnya. (*/sun)