Nelayan Tiku Agam dambakan pelabuhan perikanan

id Agam, Sumbar

Nelayan Tiku Agam dambakan pelabuhan perikanan

Kapal bantuan untuk nelayan di Pariaman, Sumbar pada 2019. (antarasumbar/Istimewa)

Lubukbasung (ANTARA) - Nelayan Tiku, Kecamatan Tanjungmutiara, Kabupaten Agam, Sumatera Barat mendambakan keberadaan pelabuhan perikanan di daerah itu untuk melindungi kapal mereka dari gelombang pasang.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Tanjungmutiara, Arman Aciak di Lubukbasung, Sabtu, mengatakan keberadaan pelabuhan perikanan itu sudah lama diidamkan para nelayan di Tanjungmutiara.

"Dengan adanya pelabuhan dapat melindungi kapal dari gelombang pasang melanda daerah itu dan membuat aktivitas melaut akan lebih menggeliat lagi ke depannya," katanya.

Ia mengatakan, ancaman badai dan gelombang sudah sangat banyak merusak kapal-kapal nelayan di Tiku semenjak beberapa tahun terakhir.

Para nelayan harus pandai-pandai membaca arah angin untuk menyiasati kerusakan bagi armada yang ada.

"Jika arah angin ke Selatan, maka kapal akan dilabuhkan di sisi Barat. Harus pandai-pandai seperti itu, salah mengkaji maka rusak kapal kami," katanya.

Ia berharap pembangunan pelabuhan di Tiku benar-benar secepatnya dapat terealisasi. Tidak lagi seperti tahun-tahun sebelumnya yang selalu tinggal menjadi sebuah harapan semu.

Sementara Kepala Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan (DPKP) Agam, Rosva Deswira menanbahkan pihaknya telah mengusulkan pembangunan pelabuhan perikanan Tiku, Kecamatan Tanjungmutiara ke Pemerintah Provinsi Sumbar.

"Usulan pembangunan pelabuhan perikanan Tiku itu sudah kami antar ke provinsi beberapa minggu lalu. Pihaknya berharap disetujui dan pembangunannya segera terealisasi," katanya.

Pada 2013, tambahnya, Pemkab Agam sempat mengalokasikan anggaran untuk membuat perencanaan utama beserta Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Studi Analisa mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pengembangan dan pembangunan pelabuhan perikanan Tiku tersebut.

Namun karena keterbatasan anggaran dan peralihan kewenangan kelautan ke provinsi sesuai UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, membuat pembangunan pelabuhan itu urung terwujud.

Keberadaan pelabuhan perikanan diyakini akan meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir, khsususnya nelayan di Kecamatan Tanjungmutiara.

"Usulan pembangunan pelabuhan perikanan di Tiku sekaitan dengan misi meningkatkan produktivitas tangkapan ikan laut. Saat ini produksi ikan laut di Agam rata-rata delapan ribuan ton per tahun," katanya.

Ia menambahkan, capaian itu sulit bisa ditingkatkan dengan ketiadaan pelabuhan perikanan. Sebab nelayan tidak memiliki armada tangkap yang modern ukuran besar dengan jangkauan melaut yang luas.

Nelayan sekitar hanya punya armada tangkap kapal motor ukuran 3-5 GT yang jangkauan melautnya terbatas. Kendati pun para nelayan mampu memiliki kapal tangkap yang lebih besar, juga dirasa percuma karena mereka tidak punya tempat perlindungan untuk kapal bersandar.

"Pelabuhan tidak ada, kemana kapal mau disandarkan. Ini yang membuat kita mengusulkan ke pemerintah provinsi agar bisa membangun pelabuhan. Sebab pengelolaan kelautan sudah beralih ke provinsi," katanya.

Agam memiliki potensi perikanan tangkap yang besar dengan garis pantai sepanjang 43 kilometer. Sejauh ini telah berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat pesisir dan nelayan di Kecamatan Tanjungmutiara.

Namun, sekitar dua dekade terakhir aktifitas melaut masyarakat kerap dihadapkan dengan persoalan cuaca yang buruk dan tak jarang nelayan berhenti melaut,

Kondisi ini turut diperparah dengan tidak adanya pelabuhan sebagai tempat perlindungan armada dari hantaman badai dan gelombang.

Di era 80-an terdapat dermaga kayu di Tiku. Aktifitas melaut nelayan berjalan baik ditopang armada tangkap kapal motor ukuran 10-30 GT dengan jumlah yang sangat banyak.

Pada 1980 hingga 2000, jumlah armada tangkap beroperasi melaut mencapai 250 unit. Namun, seiring berjalannya waktu kondisi dermaga kayu dimakan usia dan menjadi lapuk, sehingga kapal nelayan kehilangan tempat berlindung.

"Dermaga itu hancur dan kapal tidak lagi memiliki tempat berlindung dari hantaman badai dan gelombang. Perlahan armada tangkap makin berkurang dan saat ini terhitung hanya berjumlah sekitar 45 unit," jelasnya. (*)