HKTI Pesisir Selatan desak pemerintah aktifkan KP3

id Pesisir Selatan,Sumbar,Padang

HKTI Pesisir Selatan desak pemerintah aktifkan KP3

Petani menabur pupuk bersubsidi di area persawahan Indrapuri, Aceh Besar, Aceh, Sabtu (22/1/2022). ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/foc (ANTARA FOTO/IRWANSYAH PUTRA)

Painan (ANTARA) - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat mendesak pemerintah daerah setempat agar mengaktifkan Komisi Pengawas Pupuk dan Petstisida (KP3).

Ketua HKTI Eri Nofriadi menyampaikan keberadaan KP3 sangat penting sebagai antisipasi penyelewengan pupuk bersubsidi demi kepentingan kelompok atau individu, sehingga pendistribusian tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga dan tepat waktu.

"Sekarang seperti tidak ada pengawasan. Akibatnya tidak ada kepastian soal harga maupun ketersediaan ketika petani butuh pupuk," tuturnya.

Menurutnya berdasarkan hasil investigasi HKTI di sejumlah kecamatan di daerah itu penebusan pupuk bersubsidi jauh di tingkat kios penecer rata-rata jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).

Bahkan pemilik kios tidak mau menjual jika petani buka suara soal harga, meski pupuk bersubsidi itu adalah salah satu upaya dari pemerintah pusat hingga untuk membantu petani meningkatkan daya saingnya.

Sementara distributor dan kios pengecer hanya perpanjangan tangan pemerintah dan produsen dalam pendistribusian sesuai Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang dialokasikan pada mereka.

"Kan aneh, kok kios yang mengatur harga pupuk. Kalau tidak mampu, tutup aja kios itu. Nah, di situlah pentingnya KP3," terangnya.

Secara terpisah Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian Pesisir Selatan Rosdi mengakui selama dua tahun terakhir tidak ada aktivitas KP3 karena pemangkasan anggaran akibat pandemi COVID-19.

Meski demikian ia menyampaikan pihaknya kembali bakal melakukan monitor dan evaluasi pupuk bersubsidi, seiring adanya laporan soal kelangkaan dan lonjakan harga di tingkat petani saat musim tanam tiba.

"Saya baru di sini. Informasinya memang begitu, sejak 2020 tidak ada alokasi APBD untuk monitor dan evaluasi,kata dia.

Menurutnya, dinas pertanian pun tidak memberikan laporan, baik dari sisi serapan, ketepatan dan kecepatan pendistribusian.

Seharusnya, dinas teknis memberi laporan realisasi pada bagian perekonomian.

Apalagi pembuatan dan laporan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dari dinas dan distributor kini sudah elektronik, sehingga jarang koordinasi terkait usulan alokasi maupun kendala pendistribusian.

Karena itu, dirinya menegaskan bakal melakukan rapat evaluasi dan monitoring penyaluran, sekaligus memanggil distributor pupuk bersubsidi yang ada di Pessel terkait serapan dan laporan dari petani.

"Mudah-mudahan dalam waktu dekat akan kita lakukan, karena ini menyangkut barang milik negara yang sudah diatur dalam UU," tegasnya.

Berdasarkan data alokasi pupuk bersubsidi dari dinas pertanian, sepanjang 2021 kuota Pessel tercatat sebanyak 19 ribu ton yang terdiri dari urea 8.421 ton. SP-36 sebanyak 861 ton, ZA 445 ton, NPK 7.398 ton dan organik 4.4045 ton.