Komikus "Gundala": Superhero Indonesia Hanya Soal Waktu

id Komikus "Gundala": Superhero Indonesia Hanya Soal Waktu

Surabaya, (Antara) - Komikus "Gundala Putra Petir" Hasmi menegaskan bahwa ketertarikan masyarakat terhadap Superhero Indonesia hanya soal waktu, karena karakter masyarakat Indonesia untuk mencintai karya sendiri belum terbentuk. "Masalahnya, 'character building' yang dicita-citakan Bung Karno belum terbentuk, padahal sekarang banyak komikus Indonesia yang tidak kalah dengan komikus dunia," katanya dalam 'talkshow' di Universitas Surabaya (Ubaya), Sabtu. Dalam "talkshow" (tayang-bincang) bertajuk "Indonesia Punya Superhero" yang digagas Jurusan Multimedia FT Ubaya dan dihadiri puluhan anggota komunitas komikus di Surabaya itu, ia mencontohkan "Anak Betawi" karya Rano Karno yang sempat tidak laku. "Hanya karena sungkan pada Rano Karno, maka 'Anak Betawi' pun dilirik. Buktinya, karya itu ternyata banyak diminati masyarakat. Jadi, karakter di dalam diri kita sendiri yang belum terbentuk, sehingga kita masih sulit menerima karya sendiri," katanya. Namun, katanya, hal itu hanya soal waktu, karena faktor bisnis yang akan berbicara, apalagi karya komikus Indonesia sekarang banyak dilirik masyarakat dunia, seperti Ardiansyah yang terikat kontrak dengan pihak DJ Comics di AS. "Jadi, saya kira, superhero Indonesia itu harus dicari, dicari, dan dicari. Di Indonesia, inspirasi itu banyak, saya sendiri menemukan Gundala dari inspirasi alam berupa petir, tapi saya coba menemukan figur superhero yang membumi," katanya. Oleh karena itu, katanya, Gundala Putra Petir yang memiliki kecepatan lari hingga 800.000 kilometer/jam itu diciptakan sebagai tokoh pembela kebenaran yang suka makan di pinggir jalan, nonton wayang, main-main ke pasar burung, dan sebagainya. "Dengan cara membumi itu, maka Gundala banyak disukai, karena masyarakat merasa Gundala merupakan bagian dari kehidupan mereka. Tapi, inspirasi tidak hanya bisa didapat dari alam, melainkan juga dari pengalaman, peristiwa, dan bahkan karya orang lain," katanya. Dalam kesempatan itu, komikus Indonesia, Ardiansyah, yang terikat kontrak dengan pihak DJ Comics di AS menegaskan bahwa dirinya rindu dengan komik Indonesia, karena itu dirinya berusaha menyelipkan unsur Indonesia dalam komik yang dirancangnya. "Saya terikat kontrak dengan pihak AS, tapi saya berusaha menyelipkan unsur Indonesia di dalamnya, misalnya baliho Jokowi. Atau, saya sedang menggarap komik Superman lagi, nanti saya selipkan gereja dan masjid di dalamnya," katanya. Sementara itu, Hendri dari Studio "Neo Paradigma" menyatakan pihaknya merancang superhero dengan menampilkan desain dayak, selendang, dan sebagainya. "Untuk cerita, kami melakukan diskusi dengan penulis cerita," katanya. (*/sun)