Pelaksana proyek drainase akan tuntut Pemkot Bukittinggi karena diblacklist

id proyek drainase bukittinggi,dprd bukittinggi,erman safar

Pelaksana proyek drainase akan tuntut Pemkot Bukittinggi karena diblacklist

Project Manager pekerjaan drainase di Bukittinggi, Awaludin Rao. (ANTARA/Al Fatah)

Bukittinggi (ANTARA) - Pelaksana proyek drainase di Kota Bukittinggi yang kini menyisakan sisa pekerjaan galian bermasalah di pusat kota itu berencana menuntut pemerintah setempat karena perusahaannya diblacklist atau masuk ke dalam daftar hitam.

Pimpinan PT Inanta Bhakti Utama, Awaludin Rao terlihat datang langsung ke kantor DPRD Kota Bukittinggi di saat diadakannya Rapat Dengar Pendapat yang dilaksanakan anggota dewan dengan wali kota Bukittinggi.

"Saya memang tidak dipanggil untuk hadir di sini. Saya hanya berinisiatif datang dan minta dilibatkan, diblacklist atau tidak, saya akan menuntut Pemkot Bukittinggi ke PTUN karena saya merasa dirugikan," katanya di Bukittinggi, Rabu..

Ia menyebut nilai kerugian yang dialami perusahaannya mencapai Rp25 miliar dan beberapa kerugian lain seperti nama baik perusahaan.

"Pengacara saya telah menghitung itu kisarannya di Rp25 miliar kerugian dari material dan immetarial. Menurut mereka uang yang belum dibayarkan Rp4,1 miliar namun dalam hitungan kami Rp4,9 miliar," katanya.

Menurutnya, perusahaannya diblacklist secara sepihak dan tidak sesuai dengan aturan serta mekanisme yang berlaku.

Dilain pihak, menyikapi polemik proyek bernilai Rp12,9 miliar yang membentang dari depan SMPN 1 Bukittinggi sampai ke Rumah Potong Hewan (RPH) itu, Ketua DPRD Kota Bukitinggi Beny Yusrial mengatakan setelah melakukan rapat dengar pendapat dengan Pemkot Bukittinggi, pekerjan peningkatan saluran drainase perkotaan yang telah diputus kontrak tersebut tetap dilanjutkan tahun ini.

"Memang saat ini sudah terjadi pemutusan kontrak atas mangkraknya kegiatan proyek itu. Kami berharap ke depan akan ada solusi sesuai aturan untuk dilanjutkan kembali, tentu akan dikaji dahulu aturan-aturannya," katanya.

Menurutnya, DPRD sudah memberikan catatan-catatan ke Pemkot Bukittinggi agar lebih selektif memilih rekanan yang berkualitas, terutama pada proyek-proyek yang nilai anggarannya besar.

Wakil Ketua DPRD Rusdi Nurman menambahkan bahwa pihaknya sudah mendengar paparan Tim Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) dan Dinas Pekerjaan Umum, yang memang mengakui ada keterlambatan waktu selama 22 hari, dari kontrak awal 150 hari menjadi 128 hari.

“Kami dorong Pemkot mengambil kebijakan sesuai aturan, jika ada yang merasa dirugikan, silahkan selesaikan secara hukum. DPRD juga mendorong pemerintah untuk dapat segera melanjutkan pekerjaaan drainase primer ini sesuai mekanisme yang berlaku,” kata dia.

Sementara itu Wali Kota Bukittinggi Erman Safar menyampaikan pihaknya sudah memaparkan secara rinci progres pelaksanaan proyek drainase tersebut ke pihak DPRD Bukittinggi.

“Sudah dipaparkan tahapan demi tahapan yang ditempuh oleh Pemkot Bukittinggi sehingga berakhir pada pemutusan kontrak terhadap pelaksana proyek, sudah kami sampaikan bahwa semua proses ini sudah sesuai mekanisme yang berlaku,” ujarnya.

Ia menambahkan harapannya agar pihak DPRD menganggarkan kembali kelanjutan pengerjaan drainase yang terbengkalai.

"Ini adalah kawasan ekonomi padat, jadi BPKP sudah memberikan surat kepda Pemkot Bukittinggi untuk boleh dianggarkan kembali pada anggaran 2022 dengan mekanisme pergeseran anggaran, jika mekanisme lelang, tentu harapannya didapat kontraktor yang berpengalaman,”katanya.