BPS: Ajloknya ekonomi petani picu lonjakan penduduk miskin di Pesisir Selatan

id Pesisir Selatan,Sumbar

BPS: Ajloknya ekonomi petani picu lonjakan penduduk miskin di Pesisir Selatan

Salah seorang petani di Nagari (desa adat) Salido Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan sedang menggarap sawahnya. (ANTARA/ Teddy Setiawan)

Painan (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan anjloknya ekonomi petani tanaman pangan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar memicu lonjakan penduduk miskin periode 2021.

Kepala Koordinator Fungsi Sosial Badan Pusat Statistik Billal Asyiddiq di Painan, Sabtu mengatakan kondisi ini menempatkan kemiskinan daerah berjuluk 'Negeri Sejuta Pesona' berada di posisi kedua tertinggi setelah Kabupaten Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat.

Ia mengatakan kondisi itu sejalan dengan lapangan usaha dan sumber utama perekonomian daerah yang hingga kini masih bertumpu pada sektor pertanian, utamanya tanaman pangan.

"Pondasi ekonomi mereka rapuh dan rentan terhadap gejolak ekonomi, sehingga rawan terjerembab ke jurang kemiskinan jika ada gejolak harga seperti bahan pokok, pupuk dan bencana alam, misalnya," katanya.

Menurut dia dalam rentang waktu tiga tahun terakhir, tren pergerakan angka kemiskinan di Pesisir Selatan mengalami pasang surut, dengan kecenderungan meningkat.

Pada 2019 tercatat sebesar 7,88 persen. Kemudian turun menuju 7,61 persen selama periode 2020.

Capaian tersebut kembali melonjak pada 2021 yang mencapai 7,92 persen, dengan populasi penduduk miskin di atas 37 ribu jiwa, dari sekitar 500 ribu jiwa penduduk Pesisir Selatan.

Ia melanjutkan, pada periode tersebut nilai yang diterima petani tanaman pangan lebih kecil dari pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga dan modal tanam, seiring ambruknya produksi akibat bencana alam.

"Kemudian diperparah dengan naiknya harga bahan pokok dan mahalnya pupuk subsidi akibat kelangkaan. Akibatnya, modal tanam menjadi tinggi. Sementara harga jual tidak naik," kata dia

Upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang disusun pemerintah kabupaten harus fokus pada lapangan usaha yang rentan dengan gejolak ekonomi seperti pertanian.

Apalagi, sektor perekonomian merupakan sumber utama pertumbuhan di Pesisir Selatan dan sekaligus sebagai penyerap tenaga kerja paling banyak atau lebih dari 40 persen dari total angkatan kerja.

"Pertumbuhan ekonomi itu tidak hanya soal laju peningkatan PDRB semata, tapi juga sejauh mana kemampuannya menekan angka kemiskinan," kata dia.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Hadi Susilo mengakui terjadinya gejolak ekonomi dua tahun terakhir akibat COVID-19 sehingga berpengaruh terhadap perekonomian, khususnya sektor pertanian.

Pada 2022 pemerintah kabupaten dalam memperbesar porsi anggaran untuk pertanian dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mengingat peran penting lapangan usaha pertanian bagi kinerja perekonomian daerah.

"Detailnya saya kurang tau, tapi yang pasti sudah lebih besar dari tahun sebelumnya," kata dia.

Pemerintah kabupaten dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) menjadikan pertanian sebagai program strategis, tak hanya produksi, tapi juga kegiatan hilir untuk memberikan nilai tambah bagi produk unggulan daerah.

Untuk tanaman pangan seperti padi, kata Hadi, ke depan tidak lagi menjual padi di sawah. Pemerintah kabupaten mendorong investasi penggilingan, sehingga padi bisa diolah dan dijual dalam bentuk beras kemasan.

Selain itu, meningkatkan serapan padi petani lokal untuk memenuhi cadangan pangan dan Beras pemerintah. "Dengan demikian, kami optimis, kesejahteraan petani, khususnya tanaman pangan akan meningkat," kata dia.

BPS: Ajloknya ekonomi petani picu lonjakan penduduk miskin di Pesisir Selatan

Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan anjloknya ekonomi petani tanaman pangan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar memicu lonjakan penduduk miskin periode 2021.

Kepala Koordinator Fungsi Sosial Badan Pusat Statistik Billal Asyiddiq di Painan, Sabtu mengatakan kondisi ini menempatkan kemiskinan daerah berjuluk 'Negeri Sejuta Pesona' di posisi kedua tertinggi setelah Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Ia mengatakan kondisi itu sejalan dengan lapangan usaha dan sumber utama perekonomian daerah yang hingga kini masih bertumpu pada sektor pertanian, utamanya tanaman pangan.

"Pondasi ekonomi mereka rapuh dan rentan terhadap gejolak ekonomi, sehingga rawan terjerembab ke jurang kemiskinan jika ada gejolak harga seperti bahan pokok, pupuk dan bencana alam, misalnya," katanya.

Menurut dia dalam rentang waktu tiga tahun terakhir, tren pergerakan angka kemiskinan di Pesisir Selatan mengalami pasang surut, dengan kecenderungan meningkat.

Pada 2019 tercatat sebesar 7,88 persen. Kemudian turun menuju 7,61 persen selama periode 2020.

Capaian tersebut kembali melonjak pada 2021 yang mencapai 7,92 persen, dengan populasi penduduk miskin di atas 37 ribu jiwa, dari sekitar 500 ribu jiwa penduduk Pesisir Selatan.

Ia melanjutkan, pada periode tersebut nilai yang diterima petani tanaman pangan lebih kecil dari pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga dan modal tanam, seiring ambruknya produksi akibat bencana alam.

"Kemudian diperparah dengan naiknya harga bahan pokok dan mahalnya pupuk subsidi akibat kelangkaan. Akibatnya, modal tanam menjadi tinggi. Sementara harga jual tidak naik," kata dia

Upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang disusun pemerintah kabupaten harus fokus pada lapangan usaha yang rentan dengan gejolak ekonomi seperti pertanian.

Apalagi, sektor perekonomian merupakan sumber utama pertumbuhan di Pesisir Selatan dan sekaligus sebagai penyerap tenaga kerja paling banyak atau lebih dari 40 persen dari total angkatan kerja.

"Pertumbuhan ekonomi itu tidak hanya soal laju peningkatan PDRB semata, tapi juga sejauh mana kemampuannya menekan angka kemiskinan," kata dia.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Hadi Susilo mengakui terjadinya gejolak ekonomi dua tahun terakhir akibat COVID-19 sehingga berpengaruh terhadap perekonomian, khususnya sektor pertanian.

Pada 2022 pemerintah kabupaten dalam memperbesar porsi anggaran untuk pertanian dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mengingat peran penting lapangan usaha pertanian bagi kinerja perekonomian daerah.

"Detailnya saya kurang tau, tapi yang pasti sudah lebih besar dari tahun sebelumnya," kata dia.

Pemerintah kabupaten dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (2021-2026) menjadikan pertanian sebagai program strategis, tak hanya produksi, tapi juga kegiatan hilir untuk memberikan nilai tambah bagi produk unggulan daerah.

Untuk tanaman pangan seperti padi, kata Hadi, ke depan tidak lagi menjual padi di sawah. Pemerintah kabupaten mendorong investasi penggilingan, sehingga padi bisa diolah dan dijual dalam bentuk beras kemasan.

Selain itu, meningkatkan serapan padi petani lokal untuk memenuhi cadangan pangan dan Beras pemerintah. "Dengan demikian, kami optimis, kesejahteraan petani, khususnya tanaman pangan akan meningkat," kata dia.

Teks foto : Salah seorang petani di Nagari (desa adat) Salido Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan sedang menggarap sawahnya. (Teddy Setiawan)