DP3AP2KB Sumbar tingkatkan peranan Lembaga Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak

id berita padang, berita sumbar

DP3AP2KB Sumbar tingkatkan peranan Lembaga Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak

Penguatan sumber daya manusia dan pendampingan korban kekerasan bagi lembaga layanan perlindungan perempuan dan anak (Antara/HO-DP3AP2KB Sumbar)

Padang (ANTARA) - Pemerintah Sumatera Barat melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluraga Berencana menyelenggarakan peningkatan sumber daya manusia dan pendampingan korban kekerasan bagi lembaga layanan perlindungan perempuan dan anak di Kota Payakumbuh.

Kegiatan diikuti unsur lembaga layanan dan Ketua P2TP2A Kota Payakumbuh pada 19 November 2021 di Payakumbuh Dibuka oleh Plt Kepala Dinas P3AP2KB Sumatera Barat Quartita Evari Hamdiana.

Penguatan sumber daya manusia dan pendampingan korban kekerasan bagi lembaga layanan perlindungan perempuan dan anak merupakan komitmen pemerintah provinsi untuk meningkatkan sinergi dan kolaborasi peranan bagi lembaga layanan yang ada di daerah dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, kata Quartita melalui siaran pers yang diterima Antara di Padang, Minggu.

Menurut dia begitu banyak modus dan jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumatera Barat, maka semua pihak yang ada di daerah harus meningkatkan program dan kegiatan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Apabila terjadi tindakan kekerasan kepada perempuan dan anak di daerah, semua pihak harus berani melaporkan kasus tersebut kepada kepolisian dan apabila masyarakat butuh pihak yang meyakinkan untuk melaporkan tersebut, maka lembaga layanan perlindungan perempuan dan anak selalu siap melakukan upaya pendampingan. Seperti P2TP2A, Puspaga, Bundo Kandung, lembaga pemerhati anak, dan lain-lain

"Pada tingkat provinsi, kami sudah memiliki Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak disingkat dengan UPTD PPA," katanya.

Masyarakat dapat mengakses UPTD PPA untuk pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, penanganan kasus, mediasi, dan pendampingan korban.

Kemudian, pihaknya juga mempunyai sistem pelaporan kasus kekerasan perempuan dan anak berbasis digital yang ada di tingkat kabupaten/kota dan provinsi dikenal dengan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).

Sistem ini menjadi data bagi daerah untuk mengidentifikasi program pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Ia menyebutkan hingga september 2021 dari pelaporan kasus yang kami diterima dan sudah didampingi oleh lembaga layanan yang ada di daerah maupun provinsi yakni kasus perempuan 67 kasus, korban perempuan 70 orang, sasus anak 205 kasus, korban anak 227 orang. Usia 1-5 tahun 65 orang, usia 6-12 tahun 138 orang.

Menyadari masih banyak kasus-kasus di luar sana yang belum dilaporkan, ia mengimbau semua pihak apabila menemui permasalahan kekerasan perempuan dan anak, mari laporkan dan lembaga layanan akan memberikan dampingan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Sementara Manajer Program Yayasan Ruang Anak Dunia Wanda Leksmana menilai kasus-kasus yang selama ini mucul ke publik dalam kategori permasalahan anak korban kekerasan seksual, penelantaran, perundungan dan sebagainya, merupakan bentuk evaluasi bagi semua pihak untuk meningkatkan sensitifitas dari indikasi permasalahan anak.

"Selama ini kepekaan perlindungan perempuan dan anak meningkat saat terjadinya kasus, namun apabila ada indikasi akan terjadi kasus, maka kepekaan semua pihak belum satu frekuensi saat kasus telah terjadi dan masuk pemberitaan," ujarnya.

Menurutnya intervensi dapat dilakukan melalui peranan lembaga layanan perlindungan perempuan dan anak yang ada di daerah untuk menyadarkan masyarakat supaya peka dengan indikasi permasalahan perempuan dan anak melalui kegiatan pencegahan, sosialisasi, dan edukasi tentang kekerasan perempuan dan anak.

Kemudian, kasus yang telah terjadi harus mampu diselesaikan dengan mengedepankan prinsip kepentingan terbaik untuk menjamin hak perempuan dan anak, selanjutnya menjaga identititas anak yang sedang mengalami proses pendampingan untuk tidak mendapatkan stigmatisasi dan labelisasi dari permasalahan yang sedang dihadapi.

Disisi lain, apabila pemerintah mendorong semua pihak untuk peduli terhadap perlindungan perempuan dan anak yang dimulai dari pelaporan kasus dari tingkat paling bawah yakni masyarakat, RT, dan RW melalui program deteksi dini, maka pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait, harus mampu membuat sistem perlindungan perempuan dan anak berbasis pencegahan dan penanganan kasus.

"Saat sensitivitas perlindungan perempuan dan anak yang semakin baik, maka kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak yang selama ini tidak dilaporkan karena masyarakat masih memandang aib keluarga dan sejenisnya akan lebih banyak terungkap," kata dia.