Cegah konflik dengan buaya, Pemuda Masang Timur pasang spanduk larangan menyentrum ikan

id berita agam, berita sumbar, buaya

Cegah konflik dengan buaya, Pemuda Masang Timur pasang spanduk larangan menyentrum ikan

Salah seorang pemuda Masang Timur, Nagari Tiki Lima Jorong, sedang memasang spanduk larangan, Selasa (20/4). (Antara/HO-Dok Pemerintah Nagari Tiku Lima Jorong)

Lubukbasung (ANTARA) - Pemuda Masang Timur, Nagari Tiku Lima Jorong, Kecamatan Tanjungmutiara, Kabupaten Agam, Sumatera Barat memasang spanduk larangan untuk tidak menyentrum dan membius ikan di sepanjang sungai batang masang dalam mengantisipasi konflik antara manusia dengan satwa liar jenis buaya muara (crocodylus porosus).

Sekretaris Nagari Tiku Lima Jorong, Anaswar di Lubukbasung, Sabtu, mengatakan spanduk larangan itu dipasang di lima titik sepanjang sungai batang masang yang merupakan habitat buaya muara.

"Pemasangan spanduk larangan itu dilakukan pada Selasa (20/4)," katanya.

Ia mengatakan spanduk larangan menyentrum dan meracun ikan itu merupakan inisiatif dari pemuda setempat.

Ini dilakukan untuk mengantisipasi konflik antara manusia dengan satwa liar berupa buaya muara, karena lokasi itu merupakan habitat buya muara.

"Sentrum dan racun ikan itu bisa mengganggu buaya muara, sehingga akan menyerang warga dan ternak yang ada di tepi sungai," katanya.

Sebelumnya, salah seorang warga Muaro Putih, Nagari Tiku Lima Jorong, Nasrial (50) dimangsa buaya saat mencari pakan ternak sapi pada Kamis (11/2).

Jasad Nasrial ditemukan dalam kondisi tidak utuh sekitar ratusan dari lokasi diserang, Jumat (12/2).

Dengan kondisi itu, Pemerintah Nagari sudah menyampaikan ke jorong dan pemuda untuk membuat larangan di sungai itu.

Saat ini, tambahnya, Pemerintah Nagari telah menyusun Peraturan Nagari (Perna) untuk membuat aturan dalam mengantisipasi konflik itu.

"Rancangan Perna itu bakal diserahkan ke Badan Musyawarah (Bamus) pada minggu depan untuk dibahas," katanya.

Sementara itu, Kepala Resor Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Agam, Ade Putra memberikan apresiasi kepada pemuda yang telah membuat spanduk larangan itu.

Pihaknya berharap daerah lain membuat terobosan serupa, agar konflik antara manusia dan satwa liar bisa berkurang.

"Kita menginginkan daerah lain membuat larangan dan Perna, agar konflik berkurang," katanya.

Ia menyebutkan kejadian konflik antara manusia dan satwa liar selama Januari sampai 24 April 2021 sebanyak 12 kasus.

Pada 2020 jumlah kasus konflik antara manusia dengan satwa liar sebanyak 10 kasus dan pada 2019 sebanyak 11 kasus.

"Pada tahun ini konflik antara manusia dengan satwa liar cukup tinggi, karena berselang empat bulan sudah 12 kasus terjadi," katanya.