PMII Sumbar minta KPK ungkap dugaan penyelewengan anggaran COVID-19 Sumbar

id berita padang,berita sumbar,KPK

PMII Sumbar minta KPK ungkap dugaan penyelewengan anggaran COVID-19 Sumbar

Puluhan Mahasiswa dari PKC PMII Sumbar menyampaikan aspirasi kepada DPRD Sumbar pada Senin (1/3). (Antarasumbar/Istimewa)

Kita minta KPK menangkap oknum pejabat yang melakukan korupsi sampai ke akar-akarnya dan tanpa pandang bulu,
Padang (ANTARA) - Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sumatera Barat (Sumbar) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun ke daerah itu mengungkap dugaan penyelewengan anggaran penanganan COVID-19 oleh BPBD Sumbar melalui LHP BPK.

"Menanggapi hasil temuan BPK terhadap penggunaan dana COVID -19 di Sumbar yang terindikasi adanya penyelewengan dana sebesar Rp49 miliar dinilai sesuatu yang tidak wajar," kata Koordinator Umum PKC PMII Sumbar, Rodi Indra Saputra di Padang saat menyampaikan aspirasi di DPRD Sumbar pada Senin.

Ia mengatakan KPK harus turun ke Sumbar untuk mendalami temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK perwakilan Sumbar terkait penggunaan anggaran COVID-19 pada 2020.

"Kita minta KPK menangkap oknum pejabat yang melakukan korupsi sampai ke akar-akarnya dan tanpa pandang bulu," kata dia.

Ia menilai penggunaan dana penanganan COVID-19 harus transparan dan tidak boleh ada oknum yang memperkaya diri sendiri ditengah susahnya ekonomi masyarakat yang dilanda pandemi

"Kami mengutuk keras segala tindak korupsi ditengah masa pandemi dan susahnya ekonomi agar pihak terkait transparan dalam penggunaan dan COVID-19," kata dia.

Pihaknya menilai BPBD Sumbar gagal menjalankan tugas dengan baik dalam pengambilan keputusan maupun kebijakan penanganan COVID-19 di Sumbar.

Menurut dia hal ini dibuktikan dengan temuan LHP BPK tentang dugaan penyelewengan anggaran COVID-19 dan pejabat yang tersangkut hal ini harus dipecat dari jabatannya.

Kami mendukung DPRD yang telah membentuk pansus mengusut tuntas temuan BPK tentang indikasi penyelewengan penggunaaan dana COVID-19 di BPBD Sumbar dan meminta agar mereka menyampaikan hasil temuannya secara transparan agar masyarakat mendapatkan kejelasan dari persoalan ini," katanya.

Sementara Ketua DPRD Sumbar, Supardi yang menemui puluhan mahasiswa yang menggelar aksi dan menyampaikan aspirasi mereka. Ia berjanji akan menindaklanjuti aspirasi mahasiswa dan diminta dikawal proses tersebut.

“Kami sudah mendesak gubernur menindaklanjuti semua rekomendasi diberikan DPRD serta penetapan rekomendasi diberikan BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Barat dalam waktu 60 hari sejak LHP BPK diterima. Kita akan tetap kawal hasil rekomendasi kemaren,” kata dia.

Ia mengatakan DPRD meminta BPK melakukan audit Investigasi berdasarkan aturan untuk mengaudit sesuai Permendagri dan pansus bergerak selama tujuh hari.

Menurut dia pansus hanya mendalami hasil temuan LHP BPK dan tidak bekerja secara investigasi dan penyidikan dan penyelidikan.

"Diluar dari itu pansus tidak memiliki kewenangan,” kata dia.

Sebelumnya Panitia khusus (Pansus) DPRD Sumbar terkait LHP BPK atas penanganan pandemi

COVID-19 merekomendasikan agar penyelewengan dana COVID-19 diproses secara hukum.

Wakil Ketua Pansus Nofrizon mengatakan setelah dilakukan penelusuran ditemukan dugaaan korupsi kolusi nepotisme (kkn) sehingga pihaknya merekomendasikan DPRd menyurati pemprov untuk memperoses secara hukum.

Ia menjelaskan dalam pengadaan cairan antiseptik cuci tangan atau hand sanitizer menurut LHP BPK terjadi pemahalan harga untuk cairan berukuran 100 mililiter dan 50 mililiter yang merugikan keuangan daerah senilai Rp4.847.000.000.

Selain itu terjadi kekurangan volume pengadaan logistik kebencanaan berupa masker, thermogun dan hand sanitizer senilai Rp63.080.000.

"Kerugian ini hanya terjadi sebagia paket pengerjaan saja dan masih banyak paket lainnya yang belum dibuktikan BPK RI. Apakah kejadian serupa terjadi," kata dia.

Pansus merekomendasikan DPRD Sumbar meminta kepada BPK RI melakukan pemeriksaan lanjutan.

Kemudian transaksi pembayaran kepada penyedia barang dan jasa tidak sesuai ketentuan. Bendahara dan Kalaksa BPBD Sumbar melakukan pembayaran tunai kepada penyedia dan ini melanggar instruksi Gubernur No 02/INST-2018 tentang pelaksanaan transaksi nontunai.

Akibat transaksi tunai tersebut terindikasi potensi pembayaran Rp49.280.400.000 yang tidak dapat diidentifikasi oleh penyedia.

"Dalam hal ini pansus merekomendasikan kepada BPK memeriksa lanjutan terhadap aliran dan Rp49,2 miliar tersebut," kata dia.