New York (ANTARA) - Harga minyak menguat hampir dua persen ke level tertinggi dalam lebih dari delapan bulan pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), saat data menunjukkan penurunan mengejutkan dalam persediaan mingguan minyak mentah AS.
Kenaikan ini memperpanjang reli yang didorong harapan bahwa vaksin COVID-19 akan meningkatkan permintaan bahan bakar.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari bertambah 75 sen atau 1,6 persen, menjadi menetap di 48,61 dolar AS per barel, tertinggi sejak awal Maret.
Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari ditutup pada level tertinggi sejak awal Maret, naik 80 sen atau 1,8 persen menjadi 45,71 dolar AS per barel.
Kedua acuan kontrak berjangka naik sekitar empat persen pada Selasa (24/11/2020), naik untuk sesi keempat berturut-turut.
Persediaan minyak mentah AS turun 754.000 barel pekan lalu, data pemerintah menunjukkan. Angka tersebut mengejutkan para analis yang dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan kenaikan 127.000 barel. Persediaan di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk WTI, turun 1,7 juta barel.
“Ada penurunan yang lumayan di Cushing, jadi itu mendukung. Itu mungkin aspek yang paling bullish dari laporan ini,” ujar John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
Namun, kekhawatiran permintaan membatasi kenaikan harga lebih lanjut saat permintaan bensin mingguan AS turun sekitar 128.000 barel per hari (bph) menjadi 8,13 juta barel per hari, terendah sejak Juni 2020.
Pada Senin (23/11/2020), investor berharap mendapat dorongan ketika AstraZeneca mengatakan vaksin COVID-19 bisa efektif hingga 90 persen.
"Harga minyak mentah diperdagangkan pada level tertinggi sejak awal Maret, didukung oleh sentimen pasar yang positif sebagai akibat dari berita vaksin dan permintaan minyak yang kuat di Asia," kata analis minyak UBS, Giovanni Staunovo.
"Kami mempertahankan prospek bullish kami untuk tahun depan dan menargetkan Brent untuk mencapai 60 dolar AS per barel pada akhir 2021," tambahnya.
Dolar yang lebih lemah juga mendukung harga minyak mentah, membuat minyak dalam denominasi greenback lebih murah untuk pembeli yang memegang mata uang lain.
"Depresiasi dolar AS baru-baru ini telah membantu meredam dampak lonjakan harga minyak bagi beberapa konsumen energi terbesar dunia," kata Stephen Brennock dari pialang PVM.
Brent telah bergerak ke belakang, struktur pasar di mana minyak untuk pengiriman segera lebih mahal daripada pasokan kemudian. Kemunduran mendorong persediaan ditarik dan menunjukkan berkurangnya ketakutan akan kelebihan persediaan.
Kontrak berjangka Brent untuk pengiriman Februari diperdagangkan sebanyak 14 sen di atas kontrak Januari, tertinggi sejak Juli, sebelum ditetapkan pada premium delapan sen.
“Berita positif tentang vaksin dan pandangan penyebaran yang cepat berada di balik bagian signifikan dari pergerakan kurva ini, didukung oleh keyakinan yang semakin kuat dari pasar bahwa OPEC+ akan memperpanjang target produksi saat ini hingga kuartal pertama 2021,” kata analis Rystad Energy, Bjornar Tonhaugen.
OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, cenderung menunda kenaikan produksi yang direncanakan tahun depan meskipun ada kenaikan harga, ungkap tiga sumber yang dekat dengan OPEC+.
Berita Terkait
Lemak dan minyak penyumbang nilai ekspor terbesar Sumbar Rp1,5 triliun
Jumat, 1 Maret 2024 15:05 Wib
Pemkab Agam olah limbah plastik jadi bahan bakar minyak
Kamis, 22 Februari 2024 9:05 Wib
Pabrik pengolahan minyak sawit di Aceh Tamiang terbakar
Jumat, 16 Februari 2024 5:53 Wib
Polda Sumbar ungkap belasan kasus penyelewengan BBM bersubsidi
Sabtu, 3 Februari 2024 13:24 Wib
Harga CPO pada Februari 2024 naik 4,06 persen
Kamis, 1 Februari 2024 7:56 Wib
Kebakaran gudang penyulingan minyak jelantah di Klaten
Sabtu, 23 Desember 2023 10:40 Wib
Balai Karantina: Minyak kelapa sawit masih dominasi ekspor asal Sumbar
Sabtu, 25 November 2023 16:32 Wib
Andre Rosiade sarankan pemerintah revisi Perpres atur distribusi BBM
Rabu, 22 November 2023 21:50 Wib