Hepatitis C berujung kanker bisa terjadi akibat penyalahgunaan narkoba lalui jarum suntik

id narkoba suntik,hepatitis c,kanker hati

Hepatitis C berujung kanker bisa terjadi akibat penyalahgunaan narkoba lalui jarum suntik

Ilustrasi (Pixabay)

Jakarta (ANTARA) - Hepatitis C yang berujung pada kanker hati, merupakan salah satu penyakit yang timbul sebagai dampak dari penyalahgunaan narkoba melalui jarum suntik.

Dokter spesialis penyakit dalam yang tergabung dalam Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), Dr. Irsan Hasan mengatakan sekitar 74 persen mereka yang menyalahgunakan narkoba dengan jarum suntik.

"Hepatitis C kebanyakan kasus hubungannya dengan penggunaan narkoba suntik," kata dia dalam webinar, Jumat.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyatakan mereka yang menggunakan jarum suntik mendapatkan hepatitis C dari jarum suntik yang digunakan berkali-kali dan bersama-sama.

Berbagi atau menggunakan kembali jarum suntik meningkatkan kemungkinan penyebaran virus hepatitis C. Apalagi jika jarum suntik yang dipakai bisa dilepas, risiko virus menulari orang lain dapat lebih tinggi karena virus dapat bertahan pada lebih banyak darah setelah jarum disuntik ke tubuh.

Hingga saat ini tidak ada vaksin untuk hepatitis C. Penderita biasanya akan diberi obat oleh dokter agar penyakitnya tidak berkembang menjadi sirosis atau pengerasan hati dan kanker hati.

"Pada kasus hepatitis B, kanker hati bisa terjadi tanpa ada sirosis. Sementara hepatitis C, kanker hati umumnya didahului sirosis. Kedua hepatitis ini sifatnya berbeda," tutur Irsan.

Laman WebMD menyebut, walau hepatitis C bisa disembuhkan tetapi prosesnya tidak selalu mudah. Selama beberapa waktu, penderita membutuhkan suntikan menyakitkan dari obat yang disebut interferon dan pil yang disebut ribavirin.

Obat-obatan ini tidak menargetkan virus yang membuat sakit. Sebaliknya, obat meningkatkan sistem kekebalan tubuh penderita sehingga dia akan berjuang seperti halnya saat terserang flu.

Perawatan tidak selalu mengeluarkan virus dari tubuh dengan tingkat penyembuhan sekitar 50 persen bahkan bisa hanya 5-10 persen.

Di Indonesia, hepatitis C termasuk tiga penyebab tertinggi penyakit hati kronik selain hepatitis B dan NAFL.