MTI: Penghentian operasional KRL perlu pertimbangkan nasib 7.000 pekerja alih daya

id operasional KRL, Jakarta, PSBB

MTI: Penghentian operasional KRL perlu pertimbangkan nasib 7.000 pekerja alih daya

Sejumlah penumpang berjalan di dekat gerbong KRL Commuter Line di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/4/2020). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/aww. (ARIF FIRMANSYAH/ARIF FIRMANSYAH)

Jika dihentikan, akan ada 7.000 pekerja yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK),
Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengemukakan usulan terkait penghentian operasional Kereta Rel Listrik (KRL) perlu mempertimbangkan nasib 7.000 orang pekerja alih daya.

"Jika dihentikan, akan ada 7.000 pekerja yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK)," kata Kepala Bidang Advokasi MTI, Djoko Setijowarno, di Jakarta, Kamis sore.

Djoko mengatakan minat pengguna KRL yang masih tinggi selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bukan kesalahan operator.

Jika KRL berhenti beroperasi, kata Djoko, juga tidak akan merugikan negara karena sudah dianggarkan operasionalnya dalam bentuk dana kewajiban pelayanan publik (PSO), seperti juga terjadi pada Bus TransJakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta.

PT KCI, kata Djoko, pasti akan siap mengikuti aturan atau arahan pemerintah pusat atau pemda yang telah diberi status PSBB.

"Masih banyaknya pengguna KRL jangan disalahkan operatornya, tapi harus disisir perusahaan-perusahaan yang mungkin masih beroperasi di luar dari yang diizinkan Gubernur DKI," katanya.

Terkait usulan penghentian operasional KRL, menurut Djoko harus diputuskan satu kesatuan wilayah Jabodetabek, bukan masing-masing wilayah PSBB.

"Apakah ada pemda atau pemerintah menanggung biaya hidup 7.000 pekerja KCI selama mereka tidak dioperasikan," katanya.