Alat pelindung diri jadi masalah rapid test di sejumlah Puskesmas Surabaya

id rapid test,puskesmas surabaya,COVID-19,virus corona,dinkes surabaya,pemkot surabaya

Alat pelindung diri jadi masalah rapid test di sejumlah Puskesmas Surabaya

ilustrasi - Sample darah yang terindikasi positif virus corona (ANTARA/Shutterstock/am)

Surabaya (ANTARA) - Pelaksanaan rapid test atau tes cepat untuk memeriksa keadaan antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi Virus Corona atau COVID-19 di sejumlah puskesmas Kota Surabaya, Jawa Timur, terkendala dengan minimnya alat pelindung diri (APD) yang digunakan para tenaga medis.

"Mengingat jumlah alat pelindung diri (APD) yang terbatas, maka mereka dikumpulkan di puskesmas di udara terbuka. Mereka diambil darahnya untuk dilakukan pemeriksaan," kata Koordinator Protokol Kesehatan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Febria Rachmanita di Surabaya, Rabu.

Adapun beberapa puskesmas yang sudah melakukan rapid test pada Selasa (31/3) meliputi Puskesmas Tanjungsari, Manukan Kulon, Asemrowo, Sememi, Benowo, Jeruk, Made, Peneleh, Kedungdoro, Tembok Dukuh, Tambakrejo, dan Perak Timur.

Rapid tes tersebut baru bisa dilakukan di beberapa puskesmas di Surabaya, sembari menyesuaikan kesiapan puskesmas dan keadaan pasien orang dalam pantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).

Febria Rachmanita yang juga Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya memastikan bahwa rapid test itu memprioritaskan sejumlah tenaga kesehatan (nakes) dan pasien ODP serta pasein PDP. Sesuai data, petugas kesehatan sekitar 400 orang, kemudian 150 pasien ODP dan kurang lebih sekitar 29 pasien PDP.

"Itu yang harus diperiksa. Sebagian pasien PDP sudah dilakukan rapid tes. Jadi yang ini lanjutannya," kata Feny sapaan Febria Rachmanita.

Baca juga: Dampak COVID-19, penumpang di Bandara SSK II Pekanbaru anjlok hingga 50 persen

Feny juga menjelaskan Kota Surabaya mendapatkan sebanyak 620 alat rapid test dari Kementerian Kesehatan. Alat tersebut kemudian didistribusikan ke puskesmas-puskesmas se-Kota Surabaya untuk dilakukan di wilayah masing-masing.

Selain itu, Feny juga memastikan bahwa tingkat keamanan pasien sudah diatur sedemikian rupa, mulai jaga jarak antar pasien 1,5 meter, antrean di ruang terbuka, sampai mekanisme ketepatan jam untuk pasien. Semua itu dilakukan agar menghindari penularan pasien satu dengan yang lain.

"Tidak dikumpulkan jadi satu untuk menghindari penularan. Makanya, selain berjarak mereka juga diletakkan di ruang terbuka, misalnya puskesmas punya teras, nah pasiennya di situ," kata dia.

Dalam melakukan pemeriksaan di puskesmas selalu didampingi dan dipantau terus oleh dokter spesialis patologi klinik. Tim puskesmas pun sudah mendapatkan arahan dari dokter spesialis patologi klinik, mulai dari awal hingga akhir, termasuk saat pengambilan darah hingga analisisnya.

Baca juga: Meski hubungan sempat rumit, Putin kirim peralatan medis bantu AS perangi virus corona

"Jadi, tim di puskesmas ini harus melaporkan kepada dokter spesialis patalogi klinik setelah melakukan rapid test. Pokoknya semuanya didampingi dan diarahkan oleh dokter spesialis ini," katanya.

Menurut Feny, untuk pemeriksaan pasien ini tidak perlu menunggu lama sebab hasilnya akan diketahui langsung pada hari yang sama sekitar 1-2 jam seusai melakukan tes. "Sebenarnya kalau hasilnya bisa cepat diketahui, tidak perlu menunggu lama," katanya.

Selain itu, dia menjelaskan bahwa rapid test ini tujuannya adalah melakukan deteksi dini sehingga jika hasilnya negatif, maka pemerintah tetep akan terus memantau perkembangan kondisi pasien, baik yang OPD mau pun PDP sampai lepas masa inkubasi 14 hari.

"Kemudian kalau pasien rapid test ini kelihatan positif, maka harus dilakukan test swab," katanya.

Feny mengatakan pelaksanaaan rapid test juga dilakukan di RSUD Soewandhie dan RSUD Bhakti Dharma Husada (BDH) pada Minggu (29/3). Dari total 66 orang yang dilakukan rapid test, hasilnya negatif semua.

Baca juga: 1.541 kasus COVID-19 di China tanpa gejala sama sekali