Siasati keterbatasan lahan, Perumnas gandeng BUMN

id Perumnas,BUMN,BUMD,Backlog

Siasati keterbatasan lahan, Perumnas gandeng BUMN

Direktur Utama Perum Perumnas Bambang Triwibowo dalam paparannya di acara Ngopi BUMN di Jakarta, Rabu (26/2/2020). ANTARA/Zubi Mahrofi

Jakarta (ANTARA) - Perum Perumnas menggandeng sejumlah BUMN dan BUMD dalam rangka menyiasati keterbatasan lahan terutama di kawasan Jabodetabek untuk mengurangi kekurangan kebutuhan (backlog) rumah.

"Backlog tertinggi terjadi di daerah Jabodetabek, keterbatasan landbank (lahan) disiasati kerja sama dengan berbagai BUMN/BUMD atas lahan idle," ujar Direktur Utama Perum Perumnas Bambang Triwibowo di Jakarta, Rabu.

Saat ini, ia menyampaikan, pemerintah tidak lagi memberikan lahan secara khusus kepada Perumnas untuk dikembangkan.

"Perumnas harus membeli lahan sendiri dan bersaing dengan pihak swasta, sementara mereka bisa membeli dan menjual dengan harga berapa saja, tidak demikian yang terjadi dengan Perumnas. Maka itu, Perumnas menitikberatkan pada penerapan kerja sama bisnis dengan BUMN atau BUMD," katanya.

Ia mengemukakan pihaknya telah melakukan kerja sama dengan BUMN PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk mengembangkan apartemen murah yang dikonsep berbasis transportasi massal (transit oriented development/TOD) di Stasiun Rawa Buntu, Tanjung Barat, dan Pondok Cina.

Dengan konsep TOD, lanjut dia, beberapa permasalahan kota seperti kemacetan dan tingkat polusi akan berkurang.

"Bagi para penghuni, waktu di rumah bersama keluarga juga jauh lebih banyak karena terhindar dari kemacetan dan biaya transportasi yang murah tentunya," katanya.

Ia menambahkan pihaknya juga mengembangkan rumah tapak terintegrasi moda transportasi kereta api di Parung Panjang Bogor dan Kawasan Mandiri Kuala Bekala, Medan.

"Selain itu, Perumnas juga menggandeng DAMRI untuk lokasi di Surabaya," ucapnya.

Sementara itu, berdasarkan data Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, angka backlog rumah mencapai 13,6 juta unit.

Sesuai dengan survei yang dilakukan di 33 kota terhadap lima juta potensial konsumen, backlog berada di Jabodetabek dengan persentase mencapai 62 persen.