Kasus mangrove, penasihat hukum Wakil Bupati Pesisir Selatan tanggapi replik JPU

id Kasus mangrove,Rusma Yul Anwar,wakil bupati pesisir selatan

Kasus mangrove, penasihat hukum Wakil Bupati Pesisir Selatan tanggapi replik JPU

Sidang lanjutan dalam kasus dugaan perusakan hutan lindung dan penimbunan bakau (mangrove) di Pengadilan Negeri Klas I A Padang, Selasa. (ANTARA/Fathul Abdi)

Padang (ANTARA) - Penasihat hukum dari Wakil Bupati Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar) Rusma Yul Anwar membacakan jawaban terhadap replik dari Jaksa Penuntut Umum pada sidang lanjutan kasus perusakan mangrove.

"Pada intinya kami menilai pendapat ahli yang dihadirkan jaksa ke persidangan dalam kasus ini harus dikesampingkan karena tidak sesuai ketentuan," kata penasihat hukum Vino Oktavia Poniman Cs di Padang, Rabu.

Ketentuan tersebut, katanya adalah Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 201 tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.

Ia mengatakan cara pengukuran kerusakan mangrove mestinya mempertimbangkan sempadan pantai mangrove yang dipengaruhi pasang surut air laut.

"Sementara ahli hanya menghitung areal yang rusak karena pengerjaan klien kami, tanpa mempertimbangkan apakah yang rusak itu masuk sempadan pantai mangrove atau tidak," katanya.

Sementara ahli lainnya yang berasal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan diragukan objektivitasnya oleh pihak terdakwa.

Mengingat ahli itu berasal dari lembaga yang sama dengan lembaga yang melakukan penyidikan terhadap kasus perusakan mangrove.

"Oleh karena itu kami minta keadilan kepada majelis hakim, dan membebaskan klien dari dakwaan jaksa," katanya.

Pada bagian lain, sidang itu dihadiri langsung oleh Rusma Yul Anwar yang mengenakkan atas kemeja.

Sidang itu dipimpin langsung oleh majelis hakim yang diketuai Gutiarso, dan akan dilanjutkan pada 2 Maret dengan agenda pembacaan putusan majelis hakim.

Kasus itu adalah dugaan perusakan hutan lindung dan penimbunan hutan bakau (mangrove) di kawasan Mandeh, Kecamatan Koto XI, Pesisir Selatan, pada 2016.

Jaksa Penuntut Umum sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman empat tahun penjara, serta denda sebesar Rp5 miliar subsider 12 bulan kurungan.

Jaksa menuntut terdakwa dengan pasal 98 dan pasal 109 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.