Beijing, (ANTARA) - Harga minyak naik lebih dari dua persen pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), karena kekhawatiran tentang penurunan permintaan mereda menyusul pelambatan penyebaran kasus virus corona di China, konsumen minyak terbesar dunia.
Di sisi lain, pasokan minyak juga mengetat ketika Amerika Serikat memotong lebih banyak minyak mentah Venezuela dari pasar.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April, naik 1,37 dolar AS atau 2,4 persen, menjadi ditutup pada 59,12 dolar AS per barel.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermidiate (WTI) untuk pengiriman Maret, bertambah 1,24 dolar AS atau 2,4 persen, menjadi menetap di 53,29 dolar AS per barel.
Data resmi menunjukkan kasus virus corona baru di China turun untuk hari kedua, meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WTO) mengatakan tidak ada cukup data untuk mengetahui apakah epidemi itu sedang diatasi.
Wall Street mencapai titik tertinggi baru karena optimisme China akan merangsang ekonominya dan menangkal dampak dari wabah tersebut.
"Sepertinya pasar minyak sedang berusaha mengejar ketinggalan dengan pasar saham dan menempatkan virus corona di kaca spion atau mendiskonnya," kata John Kilduff, seorang mitra di Again Capital di New York.
China diperkirakan akan memangkas suku bunga pinjaman pada Kamis untuk membatasi kerusakan dari penutupan bisnis dan pembatasan perjalanan. Ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah memberlakukan penutupan kota dan pembatasan perjalanan guna menahan virus yang kini telah menewaskan lebih dari 2.000 orang.
S&P Global Ratings mengatakan pihaknya memperkirakan virus akan memberikan "pukulan jangka pendek" terhadap pertumbuhan ekonomi di China pada kuartal pertama, menggemakan temuan oleh Badan Energi Internasional (IEA).
Struktur harga pasar minyak juga menunjukkan tanda-tanda bahwa permintaan cepat untuk minyak mulai meningkat, karena pasar berjangka Brent bulan depan bergerak lebih dalam ke dalam backwardation, ketika harga jangka pendek lebih tinggi daripada harga di kemudian hari.
Minggu ini, harga minyak didukung oleh keputusan AS untuk memasukkan anak perusahaan Rosneft Rusia ke daftar hitam, yang menurut pemerintahan Presiden Donald Trump memberikan bantuan keuangan bagi pemerintah Venezuela.
Memburuknya pasokan dari Libya karena blokade pelabuhan dan ladang minyak juga memperketat pasar minyak mentah serta menopang harga.
Berharap bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen sekutu akan memperdalam pengurangan pasokan juga mendukung minyak berjangka.
Kelompok itu, yang dikenal sebagai OPEC+, telah menahan pasokan untuk mendukung harga dan akan bertemu bulan depan untuk memutuskan tanggapan terhadap penurunan permintaan akibat epidemi virus corona.
Tetapi di Amerika Serikat, yang bukan merupakan pihak dari perjanjian pemangkasan pasokan, produksi minyaknya telah meningkat. Produksi serpih AS diperkirakan akan naik ke rekor 9,2 juta barel per hari bulan depan, kata Badan Informasi Energi AS. (*)
Berita Terkait
Lemak dan minyak penyumbang nilai ekspor terbesar Sumbar Rp1,5 triliun
Jumat, 1 Maret 2024 15:05 Wib
Pemkab Agam olah limbah plastik jadi bahan bakar minyak
Kamis, 22 Februari 2024 9:05 Wib
Pabrik pengolahan minyak sawit di Aceh Tamiang terbakar
Jumat, 16 Februari 2024 5:53 Wib
Polda Sumbar ungkap belasan kasus penyelewengan BBM bersubsidi
Sabtu, 3 Februari 2024 13:24 Wib
Harga CPO pada Februari 2024 naik 4,06 persen
Kamis, 1 Februari 2024 7:56 Wib
Kebakaran gudang penyulingan minyak jelantah di Klaten
Sabtu, 23 Desember 2023 10:40 Wib
Balai Karantina: Minyak kelapa sawit masih dominasi ekspor asal Sumbar
Sabtu, 25 November 2023 16:32 Wib
Andre Rosiade sarankan pemerintah revisi Perpres atur distribusi BBM
Rabu, 22 November 2023 21:50 Wib