Jumlah warga miskin Sumbar turun signifikan dalam 12 tahun terakhir, BPS: Peringkat sembilan di Indonesia

id angka kemiskinan sumbar,penduduk miskin,angka kemiskinan

Jumlah warga miskin Sumbar turun signifikan dalam 12 tahun terakhir, BPS: Peringkat sembilan di Indonesia

Arsip Foto. Nelayan beraktivitas di rumahnya yang berada di kawasan Berok Nipah, Muara Padang, Sumatera Barat, Kamis (4/1/2018). (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Padang, (ANTARA) - Jumlah warga miskin di Sumatera Barat (Sumbar) turun signifikan dalam 12 tahun terakhir, menyusut dari 529,2 ribu pada 2007 menjadi 343,09 ribu pada September 2019 menurut data Badan Pusat Statistik.

"Pada 2007 jumlah penduduk miskin di Sumbar berjumlah 529,2 ribu orang, pada September 2019 turun menjadi 343,09 ribu orang atau 6,29 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik Sumbar Pitono di Padang, Jumat.

Pada September 2019, menurut dia, Sumbar berada pada peringkat sembilan dalam daftar provinsi dengan angka kemiskinan terendah yang mencakup 33 provinsi di Indonesia.

Menurut data Badan Pusat Statistik, selama periode Maret 2019 hingga September 2019 jumlah penduduk miskin di perkotaan Sumbar turun 0,77 ribu orang sedangkan di perdesaan turun 4,36 ribu orang.

Komoditas makanan yang memberikan sumbangan bagi garis kemiskinan di Sumbar paling besar adalah beras, dengan kontribusi 21,47 persen pada garis kemiskinan di perkotaan dan 25,62 persen di perdesaan.

Penyumbang garis kemiskinan selanjutnya adalah rokok dengan kontribusi pada garis kemiskinan 10,30 persen di perkotaan dan 12,96 persen di perdesaan serta cabai merah dengan sumbangan 7,29 persen pada garis kemiskinan di perkotaan dan 6,97 persen pada garis kemiskinan di perdesaan.

Sementara komoditas nonmakanan yang menjadi penyumbang garis kemiskinan di Sumbar meliputi perumahan, listrik, pendidikan, bensin, dan pakaian jadi anak-anak.

Pitono mengemukakan bahwa dalam mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik menggunakan dasar kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, yakni bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

"Dengan pendekatan ini persentase penduduk miskin dihitung terhadap total penduduk," kata dia.

Sementara penghitung garis kemiskinan, ia melanjutkan, mencakup komponen garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan nonmakanan. Garis kemiskinan makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari.

Penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan, kata Pitono.

Ia menambahkan, pada periode September 2019 garis kemiskinan yang digunakan untuk menghitung jumlah penduduk miskin adalah Rp529.700 per kapita per bulan. (*)