New York, (ANTARA) - Harga minyak naik sekitar satu persen pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena kemajuan pada dua kesepakatan perdagangan utama memberi optimisme bahwa permintaan energi akan meningkat pada tahun ini.
Senat AS menyetujui perubahan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Serikat-Meksiko-Kanada sehari setelah penandatanganan perjanjian perdagangan Fase 1 antara Amerika Serikat dan China.
Minyak mentah berjangka Brent naik 62 sen atau 1,0 persen menjadi menetap pada 64,62 dolar AS per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) bertambah 71 sen atau 1,2 persen menjadi ditutup di 58,52 dolar AS per barel.
Kesepakatan yang disetujui Senat adalah perubahan atas Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) yang berusia 26 tahun. Sehari sebelumnya, para pemimpin AS dan China juga menandatangani perjanjian perdagangan Fase 1 yang menyerukan importir terbesar dunia untuk membeli lebih dari $ 50 miliar minyak AS, gas alam cair, dan produk energi lainnya selama dua tahun.
Namun, para analis memperingatkan bahwa China mungkin kesulitan untuk memenuhi target dan mengatakan harga minyak bisa mudah berubah hingga rincian lebih lanjut muncul.
Sumber-sumber perdagangan mengatakan, kenaikan tajam pembelian China atas produk-produk energi AS sebagai bagian dari kesepakatan perdagangan China-AS,akan mengguncang aliran perdagangan minyak mentah global jika pasokan Amerika menekan saingannya keluar dari pasar impor minyak utama.
“Kami memiliki kesepakatan perdagangan AS-China kemarin--ditandatangani dan disegel. Dan sekarang Anda mendapat perdagangan AS-Meksiko melalui Senat. Jadi saya pikir optimisme seputar permintaan meningkat secara eksponensial sekarang," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago.
Flynn juga mengutip laporan dari Bank Federal Reserve Philadelphia yang menunjukkan aktivitas manufaktur di wilayah Atlantik Tengah AS rebound pada Januari ke level tertinggi dalam delapan bulan.
Kenaikan harga sebelumnya dibatasi karena Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pihaknya memperkirakan produksi minyak melebihi permintaan minyak mentah dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), sekali pun jika anggota mematuhi sepenuhnya pakta dengan Rusia dan non-OPEC lainnya, sekutu untuk mengekang produksi.
Laporan itu juga mengatakan melonjaknya produksi minyak dari negara-negara non-OPEC yang dipimpin oleh Amerika Serikat bersama dengan stok global yang melimpah akan membantu meredam pasar dari guncangan politik seperti kebuntuan AS-Iran.
UBS mengatakan dalam sebuah catatan "asalkan ketegangan Timur Tengah tidak meningkat dan menyebabkan gangguan produksi, Brent akan turun ke kisaran terendah perdagangan 60-65 dolar AS per barel di paruh pertama tahun ini, sebelum pulih kembali ke puncaknya pada paruh kedua tahun ini" . (*)
Berita Terkait
Pertamina cek kualitas BBM dua SPBU di Kota Padang
Jumat, 5 April 2024 19:12 Wib
Antisipasi tumpahan minyak di perairan Dumai
Rabu, 3 April 2024 21:19 Wib
Kilang Balikpapan tingkatkan kapasitas jadi 360 ribu barel
Minggu, 31 Maret 2024 11:46 Wib
Lemak dan minyak penyumbang nilai ekspor terbesar Sumbar Rp1,5 triliun
Jumat, 1 Maret 2024 15:05 Wib
Pemkab Agam olah limbah plastik jadi bahan bakar minyak
Kamis, 22 Februari 2024 9:05 Wib
Pabrik pengolahan minyak sawit di Aceh Tamiang terbakar
Jumat, 16 Februari 2024 5:53 Wib
Polda Sumbar ungkap belasan kasus penyelewengan BBM bersubsidi
Sabtu, 3 Februari 2024 13:24 Wib
Harga CPO pada Februari 2024 naik 4,06 persen
Kamis, 1 Februari 2024 7:56 Wib