Kupang, (ANTARA) - Ahli hukum administrasi negara Universitas Nusa Cendana (Undana), Dr. Johanes Tuba Helan, SH, Mhum mengatakan, PDIP harus ikut bertanggung jawab dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024, yang dilakukan caleg PDIP Harun Masiku kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Alasannya karena PDIP yang memulai, dan memaksakan kehendak untuk mengusulkan adanya pergantian antar waktu (PAW), walaupun bertentangan dengan aturan, kata Johanes Tuba Helan, di Kupang, Senin.
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kasus suap pergantian antar waktu yang dilakukan caleg PDIP Harun Masiku kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan, dan tanggung jawab PDI Perjuangan.
"Demi keadilan, PDIP harus ikut bertanggung jawab. Tanggung jawab hukum tidak boleh hanya dibebankan pada Komisioner KPU yang terkena operasi tangkap tangan (OTT), karena PDIP yang memulai dan memaksakan kehendak untuk melakukan PAW," katanya.
Pemaksaan kehendak dari PDI Perjuangan ini bisa dibuktikan dari pernyataan Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang menyebutkan bahwa sudah tiga kali PDIP mengajukan permohonan PAW, namun tetap ditolak oleh KPU.
Mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTB-NTT ini menambahkan, sesungguhnya masalah pergantian antar waktu sudah ada aturan yang sangat jelas.
"Aturan PAW kan sudah jelas yakni jika anggota DPR yang meninggal dunia digantikan oleh calon yang memperoleh suara terbanyak berikutnya," katanya.
Namun, komisioner KPU yang terkena OTT kemungkinan menjamin bahwa tidak harus demikian, tapi digantikan oleh calon urutannya jauh di bawah dengan ketentuan harus membayar sejumlah uang, sehingga ini termasuk suap," katanya.
"Sebenarnya apa yang diperjanjikan ini mustahil terjadi, dan elit partai paham aturan ini, tapi dengan sadar mau melanggar," katanya
.
Dan PDI Perjuangan harus ikut bertanggung jawab, karena tanpa PDIP memaksakan kehendak untuk melakukan pergantian antar waktu (PAW), maka kasus suap ini tidak mungkin terjadi, katanya menjelaskan.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka karena diduga menerima suap Rp600 juta dari kader PDIP Harun Masiku agar menetapkan Harun menjadi anggota DPR daerah pemilihan Sumatera Selatan I, menggantikan caleg terpilih Fraksi PDIP dari dapil Sumsel I yaitu Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Untuk memenuhi permintaan Harun tersebut, Wahyu meminta dana operasional sebesar Rp900 juta. Namun dari jumlah tersebut, Wahyu hanya menerima Rp600 juta.
KPK telah mengumumkan empat tersangka dalam kasus suap terkait dengan penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024. Sebagai penerima, yakni Wahyu dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF). Sedangkan sebagai pemberi, yakni Harun dan Saeful (SAE) dari unsur swasta. (*)
Berita Terkait
Pemkot Bukittinggi lantik PAW Pimpinan BAZNas 2020-2025
Selasa, 26 Maret 2024 17:12 Wib
Ermaneli dilantik sebagai anggota DPRD gantikan Nofrizon
Selasa, 12 Maret 2024 14:18 Wib
Pj Wako Pariaman harapkan PAW anggota DPRD tingkatkan kinerja pemerintahan
Selasa, 23 Januari 2024 15:50 Wib
Nursal Lubis dilantik sebagai PAW DPRD Pasaman
Senin, 27 November 2023 15:08 Wib
Gubernur Sumbar tandatangani SK PAW anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Pessel
Kamis, 3 Agustus 2023 8:37 Wib
Gubernur Sumbar tandatangani SK PAW anggota DPRD Mentawai
Selasa, 25 Juli 2023 15:39 Wib
Gubernur Sumbar tandatangani SK PAW anggota DPRD Padang Pariaman
Kamis, 13 Juli 2023 9:47 Wib
PAW DPRD Pasaman resmi dilantik
Senin, 3 Juli 2023 11:54 Wib