Menteri Edhy nilai pembesaran benih lobster optimalkan potensi komoditas lobster Indonesia

id ekspor benih lobster,menteri edhy,kkp

Menteri Edhy nilai pembesaran benih lobster optimalkan potensi komoditas lobster Indonesia

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. ANTARA/HO-KKP

Jakarta, (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menekankan pentingnya pembesaran benih lobster sebagai upaya mendorong nilai tambah serta mengoptimalkan potensi komoditas lobster Indonesia.

"Pembesaran benih lobster guna memaksimalkan nilai tambah pendapatan masyarakat pesisir khususnya di lokasi yang menjadi sentra penghasil benih lobster dari alam," kata Menteri Edhy dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Hal tersebut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat meninjau langsung upaya pembesaran benih lobster yang dilakukan masyarakat Telong Elong dan Teluk Ekas, Lombok Timur, Provinsi NTB, Kamis.

Masyarakat Telong Elong hingga Dusun Gilire telah melakukan pembesaran benih lobster secara konvensional sejak 2007 silam. Sementara di Teluk Ekas, telah berhasil dilakukan pembesaran dengan teknologi yang lebih modern.

"Kami di sini untuk melihat langsung upaya pembesaran benih lobster yang sudah berhasil dilakukan masyarakat baik secara konvensional maupun dengan memanfaatkan teknologi modern seperti yang dilakukan Vietnam. Saya takjub, ternyata sudah banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ini. Kita harapkan usaha pembesaran lobster ini mampu memberikan nilai tambah pendapatan bagi masyarakat pesisir," ungkap Menteri Edhy.

Perairan selatan NTB merupakan salah satu hotspot kelimpahan benih lobster yang luar biasa di samping perairan selatan Jawa dan barat Sumatera. Berbagai hasil kajian termasuk hasil studi kolaborasi KKP dalam hal ini Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok dengan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) menyebutkan, diperkirakan ada ratusan juta benih lobster per tahun di area hotspot tersebut.

Di sisi lain, pemberlakuan Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan telah menimbulkan polemik di masyarakat, antara lain karena regulasi yang memang bertujuan untuk mengendalikan eksploitasi benih lobster demi menjaga keberlanjutan stoknya di alam ini dinilai telah menghambat usaha orang-orang yang menggantungkan hidup di sana.

Oleh karena itu, ujar dia, pemerintah kembali melakukan pengkajian, tidak hanya dengan memperhatikan aspek lingkungan, tetapi juga ekonomi dan sosio-kultural.

"Berkaitan dengan isu benih lobster ini sebagaimana pesan Presiden, pemerintah harus berada di depan, kebijakan yang dibuat harus berbasis pada problem solving. Oleh karenanya, pada periode kepemimpinan saya, saya ingin memastikan bahwa setiap kebijakan benar-benar berbasis pada kajian ilmiah dan peran partisipasi publik, sehingga arahnya jelas yakni keberpihakan pada masyarakat dan pelestarian sumber daya lobster," terang Menteri Edhy.

KKP saat ini tengah menggodok revisi Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 dengan teliti dan hati-hati dengan mempertimbangkan masukan dari seluruh stakeholders dan para ahli. Tujuannya agar pengembangan budidaya ke depan dapat berjalan lancar dengan tetap menjamin kelestarian stok di alam.

Menurut dia, bila saat ini di media dan ruang publik banyak sekali narasi-narasi yang menyudutkan terkait rencana dibukanya ekspor benih, maka ditegaskan bahwa itu hanyalah salah satu opsi yang muncul dari beberapa dialog dengan masyarakat nelayan.

"Sampai saat ini belum ada keputusan final apapun berkaitan dengan isu tersebut. Sekali lagi, saya tidak ingin buru-buru ambil keputusan sebelum pertimbangan baik buruknya benar-benar matang," tegas Menteri Edhy.

Namun ia meyakini, pemanfaatan benih lobster untuk kegiatan budidaya jelas harus didorong, karena bila Vietnam mampu membangun pembesarannya, maka Indonesia harus lebih mampu dan menguasai pasar lobster konsumsi dunia yang nilai ekonominya sangat besar.

KKP juga akan bekerja sama dengan beberapa pihak termasuk ACIAR dan Universitas Tasmania yang telah berhasil membenihan dan membudidayakan lobster secara berkelanjutan dan tidak merusak plasma nutfah lobster alam.

Menteri Edhy menjelaskan, pengembangan budidaya ini tidak hanya untuk memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga berperan sebagai buffer stock, yaitu melalui pengaturan kewajiban restocking pada fase tertentu.

Oleh karena itu, Menteri Edhy mengajak peneliti, perekayasa, dan akuakulturist untuk terus berinovasi untuk menciptakan keberhasilan pembenihan (breeding) lobster dan membuat indukan unggul, sehingga ke depan budidaya lobster tidak lagi mengandalkan induk matang telur dari alam namun menggunakan indukan lobster dari hasil breeding yang terprogram.

KKP akan membangun sentra akuakultur berbasis kawasan dan komoditas unggulan, terutama untuk orientasi ekspor seperti udang, rumput laut, patin, dan komoditas akuakultur lainnya yakni melalui pengembangan bisnis akuakultur terintegrasi. (*)